Masa Radikal: Pergerakan Non-Kooperasi

Sikap moderat makin ditinggalkan dan sikap radikal makin menonjol. Sikap radikal ini ditandai oleh taktik non-kooperasi dari pihak partai politik.

Setelah Perang Dunia I berakhir, perasaan anti kolonialisme dan imperialisme pada bangsa-bangsa terjadi di Asia dan Afrika makin mononjol. Lebih-lebih setelah adanya seruan presiden Amerika Serikat tentang hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa-bangsa. Partai-partai di Indonesia dan Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda pun terpengaruh oleh iklim tersebut.

Sikap moderat makin ditinggalkan dan sikap radikal makin menonjol. Sikap radikal ini ditandai oleh taktik non-kooperasi dari pihak partai-partai politik. Artinya, dalam memperjuangkan cita-citanya mereka tidak mau bekerjasama dengan pemerintahan kolonial.

Semua hal yang diperlukan untuk mencapai cita-cita itu akan diusahakan sendiri, antara lain dengan memperkokoh rasa persatuan nasional, memajukan pendidikan, meningkatkan kegiatan-kegiatan sosial untuk kesejahteraan rakyat dan sebagainya.

Baca juga ragam artikel SEJARAH biar tidak melupakan Jas Merah. 

Mereka juga tidak mau memasuki dewan-dewan perwakilan rakyat baik di pusat maupun di daerah yang dibentuk oleh pemerintah kolonial. Di antara partai-partai politik dan organisasi yang aktif dalam periode ini, yaitu Sarekat Islam, Perhimpunan Indonesia (PI), Partai Komunis Indonesia (PKI), dan Partai Nasional Indonesia (PNI).

Perhimpunan Indonesia (PI) didirikan pada 1908 dengan nama Indische Vereniging (IV) oleh orang-orang Indonesia yang berada di negeri Belanda. Pada mulanya hanya bersifat organisasi sosial, yaitu organisasi perantauan orang-orang Indoensia. 

Setelah adanya perkembangan baru dalam politik dunia setelah Perang Dunia I, di mana semangat nasionalisme makin kuat, IV berganti namanya menjadi Indonesiscge Vereeniging pada 1922. Kegiatannya sudah bersifat politik. Nama majalahnya juga diganti Hindia Putra menjadi Indonesia Merdeka pada 1924.

Dalam keterangan azas dari anggaran dasar ditegaskan bahwa PI akan berjuang untuk memperoleh suatu pemerintahan untuk Indonesia yang hanya bertanggungjawab kepada Rakyat Indonesia. Hal ini akan dicapai tanpa pertolongan siapa pun, juga tidak bekerjasama dengan pemerintah kolonial belanda. 

Baca juga beragam artikel Sudut Pandang dari berbagai tokoh berpengaruh, akademisi, dan para pemikir atau ahli.

Kemerdekaan penuh bagi Indonesia akan dapat dicapai dengan aksi bersama dan serentak oleh rakyat Indonesia. Untuk itu, sangatdiperlukan persatuan nasional yang murni di antara seluruh rakyat Indonesia dalam menentang penjajahan Belanda yang telah merusak kehidupan lahir-batin bangsa Indonesia.

Kegiatan politik ini meningkat terutama semenjak aktif Ahmad Subardjo dan Mohammad Hatta, yang masing-masing pernah mengetuai PI. Kegiatan mereka tidak hanya terbatas di Negeri Belanda dan di Indonesia, melainkan juga pada pertemuan-pertemuan Internasional. 

Begitulah pemuda dan mahasiswa Indonesia ikut dalam kegiatan organisasi internasional seperti Liga Penentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial.

Dalam kongres Liga Demokrasi Internasional untuk Perdamaian pada Agustus 1926 di Paris, Moh. Hatta dengan tegas menyatakan tuntutan untuk kemerdekaan Indonesia. Pada Kongres Liga Februari 1927 di berlin, PI mengirimkan utusannya.

Baca juga Politik Kolonial Sampai Akhir Hindia Belanda

Terhadap Indonesia, Kongres mengambil keputusan akan menyokong perjuangan untuk mencapai Indonesia Merdeka dan menuntut kepada pemerintah belanda untuk memberikan kebebasan bergerak kepada Pergerakan Nasional Indonesia. Pada 1927, PI keluar dari Liga setelah kaum komunis menguasai Liga.

Pergerakan Nasional Indonesia berangsur-angsur dipengaruhi oleh PI. Bahkan ada perkembangan penting di tanah air yangs ecara langsung mendapat ilham dari PI, yakni lahirnya Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) pada 1926, Partai Nasional Indonesia (PNI) pada 1927, dan Jong Indonesia (Pemuda Indonesia) pada 1927.

Dengan tuduhan menghasut untuk memberontak terhadap pemerintah, pada Juni 1927, 4 orang tokoh PI di Negeri Belanda di tangkap dan diadili. Mereka ialah Mogammad Hatta, Nazir Datuk pamunjak, Abdulmadjid Djoyoadiningrat, dan Ali Sastromidjojo.

Di dalam pemeriksaan sidang pengadilan di Den Haag pada Maret 1928 mereka tidak terbukti bersalah lalau dibebaskan. Namun, semua gerak-gerik PI tetap diawasi dengan ketat.

Setelah merasa cukup kuat, kaum komunis Indonesia mendirikan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 23 Mei 1920, dengan Semau sebagai ketua. Dalam melaksanakan programnya, PKI berpegang teguh pada garis yang telah ditetapkan oleh Komintern (komunis internasional).

Baca juga CERPEN dan PUISI untuk menghibur dan memotivasi jiwa dan pikiranmu setelah seharian lelah beraktivitas, bekerja, atau belajar. 

Kegiatan untuk menyusup ke partai-partai lain ditingkatkan, terutama terhadap SI yang dianggap partai terbesar waktu itu. Usaha itu berhasil dilakukan oleh PKI.

Sewaktu Komintern memutuskan untuk menentang cita-cita Pan-Islamisme, kelompok yang anti komunisme dalam SI menafsirkan bahwa keputusan itu berarti memusuhi Islam secara keseluruhan. Akibatnya, perpecahan di dalam SI antara sayap “kanan” dan “kiri” makin nyata.

Golongan “kiri” yang berpusat di Semarang dan dipimpin oleh Semaun, Alimin, dan Darsono yang sesungguhnya merupakan pemimpin-pemimpin PKI. Golongan “kanan” berusat di Yogyakarta, dipimpin oleh Abdul Moeis, H. AGus Salim, dan Surjopranoto. H.O.S Tjokroaminoto sebagai ketua SI walau tidak senang terhadap golongan kiri menengahi pertentangan kedua golongan SI, tetapi gagal.

Dalam kongres SI pada 1921, H. Agus Salim dan Abdul Moeis mendesak kongres untuk melaksanakan disiplin partai. Artinya, setiap angota SI tidak dibenarkan menjadi anggota partai lain. 

Semaun dan Tan Malaka berusaha untuk menggagalkan usul tersebut, tetapi tidak berhasil. Anggota SI yang berhaluan komunis harus keluar. Dengan demikian, anfiltrasi PKI ke dalam tubuh SI dapat dihilangkan. 

Setelah Semaun lari ke Uni Soviet karena takut ditangkap kolonial, pimpinan PKI jatuh ke tangan Tan Malaka. Untuk menandingi pengaruh SI Tjokroaminoto, PKI menggerakkan cabang-cabang SI yang pro-komunis, yang diberi julukan SI-Merah.

Baca juga artikel serupa di SINAU KEWARGANEGARAAN

Pada 1922 terjadi pemogokan karyawan secara besar-besaran, pada mulanya dilakukan oleh karyawan pegadaian yang dipimpin oleh Abdul Moeis karena merasa mendapat perlakuan yang tidak adil.

Kemudian menjalar ke kalangan karyawan kereta api, pabrik-pabrik gula, dan sebagainya. Pemimpin pemogokan seperti Abdul Moeis, Surjopranoto, dan Tan Malaka ditangkap dan beberapa diantaranya diasingkan.

PKI makin giat setelah Semaun dan Darsono kembali ke pusat komunis sedunia (Rusia). Untuk meningkatkan persaingan dengan SI pada 1924 SI-Merah diubah menjadi Sarekat Rakyat. Barisan Muda dibentuk dan wanita diikutsertakan dalam organisasi.

Guna menarik massa, PKI dalam propagandanya tidak segan-segan mempergunakan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Begitu pun kepercayaan rakyat kepada ramalan Jayabaya dan Ratu Adil diperalat untuk kepentingan PKI. Pendek kata, semua cara dihalalkan demi kepentingan PKI.

Kemajuan pesat yang diperoleh ternyata membuat PKI lupa diri. mereka merencanakan suatu petualangan politik yang akan makan korban ribuan pemimpin rakyat. Petualangan itu dikenal dengan nama Pemberontakan 1926.

Baca juga Munculnya Organisasi Pergerakan Nasional: Sebuah Petanda Lahirnya Embrio Kebangsaan dan Nasionalisme Indonesia

Sejak semula rencana itu tidak diterima secara bulat oleh semua cabang-cabang PKI. Sebagian berpendapat bahwa PKI belum mampu untuk mengadakan suatu pemberontakan. Bahkan salah seorang tokoh kawakan PKI, Tan Malaka, berpendapat bahwa pemberontakan itu tidak akan mungkin berhasil.

Namun, pemberontakan dicetuskan juga pada 13 November 1926 di Jakarta. Kemudian disusul di daerah-daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Dalam satu haru pemberontakan di Jakarta berhasil di tumpas. Pemberontakan di seluruh pulau Jawa berhasil di tumpas dalam seminggu. Di Sumatra Barat pemberontakan meletus pada 1 Januari 1927. Namun, dalam waktu tiga hari sudah dapat ditindas oleh pemerintah kolonial.

Pemberontakan gagal karena memang massa belum siap dan organisasi PKI sendiri masih lemah. Akibatnya puluhan ribu orang ditangkap, tidak hanya anggota PKI, melainkan juga orang-orang lain yang dapat dihasut untuk memberontak.

Tidak sedikit diantaranya yang dipidanakan atau dibuang ke Tanah Merah, Digul Atas, Irian Jaya. Tempat-tempat yang sangat terpencil di pedalaman, dikelilingi hutan belantara dan rawa-rawa yang penuh nyamuk malaria. Banyak diantara mereka yang hanya tinggal nama, alias meninggal.

Baca juga Ki Hajar Dewantara: Lebih Baik Tak Punya Apa-Apa tapi Senang Hati daripada Bergelimang Harta namun Tak Bahagia

Setelah pemberontakan ditindas, Pergerakan Nasional mengalami tekanan-tekanan dari pihak pemerintah kolonial. Pada tahun-tahun berikutnya penindasan itu makin berat sehingga Pergerakan Nasional sama sekali tidak dapat bergerak. Demikianlah akibat-akibat daripada petualangan PKI yang tidak memperhitungkan keadaan yang nyata.

Setelah berakhirnay radikalisme yang berpusat pada gerakan sosialis dan komunis internasional, timbullah radikalisme yang berpusat pada gerakan nasional sekuler yang baru pada masa itu memperoleh wadahnya.

Wadah itu terwujud dalam Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan pada 4 Juli 1927 did Bandung di bawah pimpinan Ir. Sukarno. Di dalam anggaran dasar ditegaskan bahwa tujuan PNI adalah untuk mencapai Indonesia Merdeka yang dilakukan atas usaha sendiri. Ideologi PNI disebut Marhaenisme.

Begitu berdiri, PNI langsung menyoroti kepincangan-kepincangan yang diakibatkan oleh politik penindasan kolonial. Para buangan Digul Atas dan penangkapan tokoh-tokoh PI dijadikan bahan kampanye pertama oleh PNI. Kemerosotan di segi kehidupan rakyat Indonesia dianggap sebagai akibat dari penjajahan.

Kepincangan-kepincangan itu hanya dapat dihilangkan apabila Indonesia telah merdeka. Guna mencapai itu, PNI menekankan kepada semua lapisan masyarakat Indonesia supaya bersatu-padu dan atas kekuatan sendiri berjuang untuk mencapai kemerdekaan.

Hasil dari program yang diperjuangkan itu pada tahap pertama ialah terbentuknya gabungan partai-partai yang bernama Pemufakatan perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) pada Desember 1927.

Hasil penting lainnya ialah peristiwa 28 Oktober 1928 di mana pemuda-pemudi Indonesia telah mengikrarkan suatu sumpah keramat, yaitu Sumpah Pemuda

Guna memperkuat perjuangan melawan imperialisme Belanda, diadakan kerja sama dengan gerakan nasional bangsa-bangsa terjajah lain, terutama di Asia. Kegiatan ini dipercayakan oleh PNI kepada PI, sebagai wakil utama Pergerakan Nasional di luar negeri.

Baca juga Sejarah Hidup Ki Hajar Dewantara, Bapak Pedidikan Nasional

Dalam memperkuat diri dan memperbesar pengaruhnya di dalam masyarakat, di samping meningkatkan propaganda, baik melalui rapat-rapat umu maupun media komunikasi massa, PNI juga mengadakan kursus-kursus, mendirikan sekolah-sekolah, bank, koperasi, rumah sakit, dan sebagainya.

PNI dengan cepat dapat menarik perhatian massa ke dalam pengaruhnya dan cabang PNI berdiri di banyak tempat di Jawa, Sumatra, Sulawesi. Kenyataan ini sangat mengkhawatirkan pemerintah, sehingga Gubernur Jendral memperingatkan kepada rakyat akan bahaya gerakan PNI yang dinilai sebagai nasionalisme yang ekstrim.

Propaganda dan kampanye PNI boleh dianggap telah menimbulkan suatau zaman baru dalam pikiran dan perasaan orang Indonesia. Bila dibandingkan dengan jumlah anggota Sarekat Islam, anggota PNI jauh lebih sedikit, kira-kira hanya 10.000 anggota.

Namun, pengaruh Ir. Sukarno sebagai tokoh Pergerakan Nasional Indonesia telah meluas dan meresap di seluruh lapisan masyarakat. Bersama Drs. Mohammad Hatta, ia kemudian merupakan tokoh Dwi-Tunggal bangsa Indonesia.

Baca juga Arti dan Makna Sumpah Pemuda dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

Reaksi terhadap kegiatan PNI sangat luar biasa dari kalangan kaum reaksioner Belanda di Indonesia. Melalui organisasi Vaderlandsche Club mereka mengadakan kampanye menentang PNI. Kepada pemerintah dianjurkan untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap PNI. 

Meningkatnya semangat nasionalis sebagai akibat aksi-aksi PNI dikhawatirkan akan meningkatkan radikalisme di kalangan rakyat sehingga memungkinkan timbulnya suatu pemberontakan. Apalagi setelah didketahui bahwa pengaruh PNI juga telah menjalar kepada anggota-anggota KNIL dan polisi.

Begitulah berdasarkan isu bahwa PNI akan mengadakan suatu pemberontakan, pada 29 Desember 1929 pemerintah kolonial melakukan penangkapan terhadap Ir. Sukarno dan beberapa kawannya. Di semua cabang PNI dilakukan penggeledahan dan penangkapan yang meliputi lebih dari 400 penangkapan. 

Seluruh Pergerakan Nasional mengajukan protes, baik di Indonesia maupun di negeri Belanda. Pembelaan yang dilakukan oleh Ir. Sukarno di depan sidang pengadilan di Bandung, yang diberi judul Indonesia Menggugat, merupakan suatu dokumen penting untuk mengetahui alam pikiran Pergerakan Nasional Indonesia pada zaman itu. 

Walaupun pengadilan tidak dapat membuktikan dengan konkrit tudugannya, Ir. Sukarno dan kawan-kawannya tetap dijatuhkan hukuman penjara.

Baca juga Nasionalisme di Indonesia

PNI dibubarkan oleh Mr. Sartono, salah satu pemimpinnya pada April 1931 dengan alasan keadaan yang memaksa. Sebagai gantinya didirikan Partai Indonesia (Partindo). Pemimpin-pemimpin yang tidak setuju akan pembubaran, mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru) dengan tokohnya Moh. Hatta dan SUtan Sjahrir.

Namun, kedua partai ini pun kemudian dianggap berbahaya oleh pemrintah dan beberapa tokohnya seperti Moh. Hatta dan Sutan Sjahrir ddibuang ke Digul Atas dan kemudian ke pulau Banda.

Sekeluarnya dari penjara, Ir. Sukarno berusaha untuk menyatukan kedua partai ini, tetapi gagal. Kemudian dirinya masuk Partindo. Namun, tidak lama kemudia ia ditangkap lagi dan dibuang ke Flores.

Sesudah menjalankan disiplin partai, persaingan antara SI dan PKI menjadi sangat tajam karena kehilangan banyak anggota dan cabang, SI berusaha untuk merebut kembali pengaruhnya semula. Usaha ini tidak begitu mudah karena sementara itu pengaruh Muhammadiyah dalam pembaharuan agama Islam juga sudah meluas.

Pada akhir 1922, SI mencoba menghimpun semua aliran kaum muslimin di dalam Kongres Al-Isam, tetapi kurang berhasil. Begitu pun usaha menghidupkan gerakan Pan-Islamisme tidak dapat mencegah kemuduran SI.

Baca juga Nilai Semangat Sumpah Pemuda di Masa Sekarang

*Disarikan dari berbagai sumber yang kredibel dan dari buku Sejarah Nasional Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1981.

Ruang Literasi dan Edukasi

Post a Comment

© Untaian Abjad. All rights reserved. Developed by Jago Desain