Makna Berbudi Bawa Leksana

Ungkapan berbudi bawa leksana sebagai gambaran watak seseorang yang memiliki pribadi konsekuen dalam setiap ucapan dan tindakan.

Ungkapan berbudi bawa leksana sering diucapkan dalam kaitannya dengan seorang pemiimpin atau kewajiban dari seorang yang diberi amanah untuk memimpin. Kata berbudi artinya “berbudi; berwatak; berperilaku”, bawa artinya “ucapan; perkataan”, dan leksana artinya “laku; laksana”.  Dengan demikian, ungkapan berbudi bawa leksana sebagai gambaran watak seseorang yang memiliki pribadi konsekuen dalam setiap ucapan dan tindakan.

Oleh sebab itu, seseorang (baik pemimpin formal maupun non formal, atau siapapun juga) akan memiliki watak berbudi bawa leksana jika setiap ucapannya dilaksanakan dengan penuh konsekuen dan tanggung jawab.

Orang yang berperilaku berbudi bawa lekasana cenderung bersikap cermat dan hati-hati sebelum dirinya menyampaikan ucapan atau memutuskan suatu masalah yang menunutut dirinya harus bertanggung jawab atas segala yang diputuskannya.

Baca juga Makna Becik Ketitik Ala Ketara

Dalam kaitan ini, sikap berbudi bawa leksana cocok dan tepat dimiliki oleh seorang pemimpin, baik pemimpin dalam jajaran pemerintahan atau instansi lainnya. Seorang pemimpin yang mampu bersikap berbudi bawa leksana akan memberikan ketenteraman dan kepuasan kepada rakyatnya.

Dalam melaksanakan amanah yang dititipkan kepadanya, ia kana memegang teguh semua keputusan yang ada. Keputusan tersebut jelas mengarah kepada kebaikan bersama,baik kebaikan kepada pemerintah maupun kepada rakyatnya.

Sebagai pemimpin, ia akan menjalankan semua peraturan dengan penuh dedikasi demi kemaslahatan rakyatnya. Sikap semacam ini akan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

Baca juga Anak Molah Bapak Kepradah

Sikap berbudi bawa leksana akan mendorong roda kepemimpinan atau pemerintah yang bersih dan berwibawa karena didukung oleh semangat demi tegaknya peraturan yang telah ditetapkan dan diamanatkan kepadanya untuk dijalankan. 

Ia akan menempatkan dirinya sebagai sosok teladan (tepa tuladha) bagi rakyatnya. Sikap semacam itu sebagai teladan nyata bagi siapa pun dan justru mendorong bawahan mengambil teladan dari atasannya. 

Sosok pemimpin yang semacam itu benar-benar sebagai kaca benggala yang riil bagi rakyatnya. Selain itu juga sejalan dengan pribadi bangsa kita yang masih berpikir paternalistik, artinya berorientasi pada atasan.

Baca juga Ana Catur Mungkur

Jika bawahan telah mau mengambil teladan dari atasan dan atasan senantiasa memberikan teladan yang baik, dilandasi dengan sikap berbudi bawa leksana, tidak mustahil terdapat hubungan yang harmoni antara pemimpin dan bawahan sehingga dicapai sinergi yang sangat positif. 

Apalagi jika sikap berbudi bawa leksana dimiliki oleh atasan dan bawahan, pastilah terwujud roda kepemimpinan yang bersih dan berwibawa.

Bagaimana realitas dalam kehidupan masa kini?

Adanya berbagai persoalan yang terjadi di semua jenjang pemerintahan tidak terlepas dari ketidak mampuannya para pemimpin bersikap berbudi bawa leksana. Adanya berbagai demonstasi yang berpangkal dari ketidakpuasan rakyat kepada pemimpin karena dinilai tidak mampu mengemban amanat dan peraturan yang ada menunjukkan bahwa belum semua pemimpin berwatak berbudi bawa leksana. 

Baca juga Ajining Dhiri Ana Lathi, Ajining Raga Ana Busana

Munculnya banyak narapidana yang berawal dari kasus korupsi dan manipulasi menanddakan bahwa belum semua orang mampu mencontoh sikap berbudi bawa leksana. 

Semua pihak yakin bahwa peraturan telah ada dan dibuat dengan orientasi positif demi kesejahteraan dan kedamaian rakyat. Namun, tidak sedikit orang yang melanggar peraturan yang ada tersebut.

Di samping itu hampir setiap hari masyarakat disuguhi tontonan para pemimpin negara yang diadili karena melakukan kebodohan dan korupsi yang merugikan negara dan rakyat. Banyak rakyat yang tega melakukan tindakan nistha dengan cara menyiksa dan membunuh hanya demi mendapatkan sejumlah uang.

Baca juga beragam artikel BUDAYA biar makin memahami dan mencintai budaya bangsamu.

Padahal, apabila mereka memiliki sikap yang nrima dan tidak tamak pun murka, tindak kejahatan itu dapat didindari. Tentunya, akan lebih naif lagi jika kesalahan itu dilakukan oleh pejabat negara yang telah mendapatkan gaji dari uang rakyat.

Namun, sikap angkara murka telah mengubah pandangan mereka sehinga terdorong melakukan tindakan tidak bermoral. Banyak orang memanfaatkan kesempatan selagi memiliki peluang untuk melakukan penumpukan materi yang dalam budaya Jawa disebut aji mumpung.

Dalam hubungannya dengan pentingnya seseorang menghindarkan diri dari perilaku mura atau serakah dan rakus itu, orang-orang tua Jawa menasihatkan dengan ungkapan jalma mati murka dan janma angkara murka. Artinya orang yang melakukan tindakan serakah dan murka pastilah akan menemui bilahi (disebut mati).

Baca juga beragam artikel yang membahas makna dari FALSAFAH-FALSAFAH JAWA

Ungkapan jalma mati murka menganung makna pesan bahwa seseorang menemui celaka dari kemurkaannya. Dalam masyarkaat, hal itu banyak terjadi karena serakah ingin segera kaya, seseorang melakukan manipulasi dan korupsi. Setelah kasusnya terbongkar, ia harus masuk penajara, kehilangan harga dirinya di tengah masyarakat, dan malah disebut musuh rakyat. Keluarganya pun menanggung rasa malu atas tindakannya itu. 

Jika tidak terkendali dengan sikap sabar dan pasrah, mereka dapat terdorong  untuk bunuh diri, sedangkan mati bunuh diri tergolong mati nistha. Ada kalanya memang ada orang yang melakukan tindakan buru, tetapi tidak terungkap atau terjangkau oleh hukum. Namun, jangan mengira bahwa dirinya terlepas dari bilahi atau cilaka tersebut.

Orang Jawa meyakini bahwa dunia adalah ladang akhirat dengan didasari bahwa ada kehidupan lain, yakni suk ana kanane (kelak di akhirat). Siapa pun yang telah berbuat murka pastilah akan mendapatkan balasan dari Gusti. 

Baca juga Makna Aja Rumangsa Bisa, Nanging Bisaa Rumangsa

Hendaknya setiap orang berpendirian bahwa sapa nandur bakal ngundhuh (siapa menanam akan memetik) dan memetik buah perbuatan itu dapat di dunia dapat juga ddi akhirat, bahkan pada keduanya, ya di dunia dan di akhirat.

Sebaliknya, siapapun orangnya, terlebih lagi seorang pemimpin masyarakat, yang memiliki watak berbudi bawa leksana pasti akan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat yang dipimpinnya. Dengan demikian, kepercayaan itu berpengaruh pada penghargaan bawahan kepada pimpinan sehingga seorang pemimpin yang berbudi bawa leksana akan mendapatkand ukungan dari rakyat secara utuh.

Pemimpin yang berbudi bawa leksana tidak dikatakan jarkoni (bisa ngajar ora bisa nglakon —bisa mengajarkan tidak bisa melaksanakan), melainkan pemimpin yang mampu ngajar (mengajarkan) dan mampu nglakoni(melaksanakan).

Baca juga Aja Seneng Metani Alaning Liyan

Pada umumnya, seseorang melakukan tindakan nistha karena terdorong untuk mencapai atau mendapatkan kesenangan hidup. Banyak orang lupa bahwa kesenangan itu sebagai tipu daya yang cenderung membawa dirinya terpuruk dalam penderitaan. 

Oleh karena itu, orang Jawa diingatkan agar orang hidup tidak terlalu mengejar kepuasan atau kesenangan hidup, dan lebih baik bersikap urip samadyra (hidup sewajarnya) yang dilandasi oleh sikap eling lan waspada.

Kita sering mendengar ungkapan Jawa berupa nasihat agar seseorang tidak mengejar kesenangan hidup lahiriah. Jika tidak cermat dan hata-hati, kesenangan itu membawa bilahi atau cilaka. Maka dari itu, adanya ungkapan yang mengandung nasihat luhur janma angkara murka yang artinya seseorang mendapat celaka karena bersenang-senang.

Baca juga beragam CERPEN atau PUISI

*Disarikan dari berbagai sumber kredibel dan dari sumber Mutiara Budaya Jawa: Pardi Suratno, Edi Setiyanto, Warih Jatirahayu.

Ruang Literasi dan Edukasi

Post a Comment

© Untaian Abjad. All rights reserved. Developed by Jago Desain