Makna Ana Catur Mungkur

Ana catur mungkur bermakna kias agar seseorang menghindari membicarakan suatu hal yang menyangkut keburukan atau kelemahan orang lain.

Ana catur mungkur arti luganya adalah 'ada pembicaraan membelakangi'. Secara kiasan ungkapan itu dimaksudkan untuk menggambarkan pentingnya seseorang menghindarkan diri dari pembicaraan yang menyangkut keburukan atau kelemahan pihak lain.

Catur artinya ngrasani eleking liyang atau membiacrakan keburukan orang lain dengan maksud menjatuhkan atau menghina orang tersebut.

Tindakan ngrasani (membicarakan, atau memper-gunjingkan) harus dipandang sebagai perbuatan yang tidak baik karena dapat menimbulkan sakit hati pada diri orang yang dirasani (pihak yang dibicarakan keburukannya).

Pada umumnya, nyatur atau ngrasani (membicarakan) orang lain itu mengacu pada sudut kelemahannya atau sisi negatifnya, dan jarang membicarakan dari sudut kebaiakan karena tujuannya memang untuk menjatuhkan martabat orang yang dirasani atau dipergunjingkan.

Baca juga beragam artikel BUDAYA biar makin memahami dan mencintai budaya bangsamu.

Ungkapan ini sejajar dan selaras dengan nasihat aja metani alaning liyan (jangan mencari-cari keburukan orang lain). Seseorang lazimnya lebih senang mencela orang lain. la enggan dan tidak mau mengerti tentang kesalahan sendiri. 

Tindakan itu sangat negatif karena dapat menimbulkan perselisihan. Pertama, hampir semua orang tidak suka dipergunjingkan keburukannya. 

Orang cenderung akan kecewa, sakit hati, atau bahkan marah sewaktu ada orang lain ngrasani keburukan diri kita, keluarga kita, masyarakat kita yang secara norma hukum dan sosial tidak ada kaitannya dengan "sang penggunjing". 

Kedua, tindakan ngrasani sebagai tindakan tidak transparan. Sang penggunjing dapat melihat keburukan orang lain, tetapi tidak berani mengatakan keburukan diri sendiri.

Lebih jauh, seseorang cenderung tidak konsekuen, dapat atau mau melihat kesalahan orang lain sekecil apapun tetapi tidak mau melihat kesalahan diri sendiri walaupun kesalahan itu sangat besar. 

Baca juga beragam artikel yang membahas makna dari FALSAFAH-FALSAFAH JAWA

Sikap atau perilaku nyatur (mempergunjingkan) kesalahan orang itu ibarat gajah di pelupuk mata tidak tampak, semut di seberang lautan tampak.

Gajah, binatang yang sangat besar, sebagai lambang kesalahan diri sendiri. Walaupun sangat besar, seseorang tidak mampu melihat gajah di pelupuk matanya (artinya tidak mampu melihat kesalahan diri sendiri yang besar itu). 

Sebaliknya, semut adalah binatang yang sangat amat kecil, sebagai simbol kesalahan orang lain. Semut (artinya kesalahan orang lain) yang kecil malahan terlihat olehnya.

Baca juga Makna Ajining Dhiri Ana Lathi, Ajining Raga Ana Busana

Para pendahulu Jawa telah memberikan wejangan atau nasihat agar seseorang tidak mempergunjingkan kesalahan orang lain. la lebih baik mengoreksi diri atau kesalahannya sendiri dengan harapan dapat memperbaiki perbuatannya. 

Namun, hal itu sudah pasti sulit dilakukan jika tidak didasarkan pada sikap lembah manah (rendah hati). Nasihat atau wejangan tersebut disampaikan dengan ungkapan wong iku ora bisa ngilo githoke dhewe (seseorang itu tidak dapat berkaca pada punggung sendiri).

Maksudnya, seseorang itu tidak dapat melihat kesalahan diri sendiri, dan justru pandai melihat kesalahan orang lain. Cermin adalah kaca yang dapat menampakkan sesuatu yang berada di depannya. Apa yang terlihat dalam cermin sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Namun, tidak mungkin orang bercermin pada punggung sendiri. Punggung jelas bukan kaca cermin sehingga tidak mampu memperlihatkan kesalahan yang telah diperbuat pada waktu sebelumnya.

Baca juga: Eling Nalika Lara Lapa

Bagaimana sikap kita dengan unen-unen di atas, yakni ana catur mungkur? Ungkapan itu menganjurkan kita untuk tidak membicarakan kelemahan orang lain. 

Jika ada orang lain yang mengajak dirinya untuk membicarakan atau mempergunjingkan kelemahan orang lain, jika ada orang yang sengaja menyeret kita untuk mempermasalahkan kelemahan orang lain, segeralah untuk menghindarkan diri. 

Segeralah untuk mungkur (menghindarkan diri) dari pembicaraan tersebut. Sebab pembicaraan seperti itu lebih banyak mudharat daripada manfaatnya.

Baca juga Makna Aja Rumangsa Bisa, Nanging Bisaa Rumangsa

*Disarikan dari Sumber Mutiara Budaya Jawa: Pardi Suratno, Edi Setiyanto, Warih Jatirahayu.

Ruang Literasi dan Edukasi

Post a Comment

© Untaian Abjad. All rights reserved. Developed by Jago Desain