Tujuh Ciri Bahasa Tulis

Tidak dapat disangkal bahwa pemakaian bahasa dalam bentuk tulisan menunjukkan sejumlah keistimewaan yang cukup jelas membedakannya dari bahasa lisan.

Pertanyaan yang harus diri kita hadapi ialah apakah alasannya bahwa ungkapan bahasa yang tertulis diberi nama tersendri, dijadikan kategori pemakaian bahasa tersendiri, sehingga malahan sering kali diidentikkan dengan litteratura, gejala yang ingin kita selidiki tetapi belum dapat dibatasi? 

Apakah bahasa tulis itu mempunyai ciri-ciri khas yang setidaknya dapat membantu kita mendekati batasan gejala sastra yang sesuai? Tidak dapat disangkal bahwa pemakaian bahasa dalam bentuk tulisan menunjukkan sejumlah keistimewaan yang cukup jelas membedakannya dari bahasa lisan.

Baca juga Apakah Sastra? Beberapa Masalah Peristilahan

Secara ringkas, ciri khas itu dapat diuraikan sebagai berikut (lih. Uraian Unhelbeck, 1979 dan Ricoeur, 1978).

Pertama

Dalam pemakaian bahasa secara tertulis, baik si pembicara (penulis) maupun si pendengar (pembaca) kehilangan sarana komunikasi dalam pemakaian bahasa lisan memberi sumbangan paling hakiki untuk terjadi dan berhasilnya komunikasi.

Sarana itu biasanya disebut suprasegmental (Uhlenbeck memakai istilah musis) dan para lingual atau ekstralingual. Yang dimaksud suprasegmental ialah gejala intonasi (aksen, tekanan kata, tinggi rendahnya nada, keras lemahnya suara, dan banyak lagi).

Gejala-gejala itu sebagian merupakan usnur sistem bahasa yang bersifat fonemik, sehingga langsung relevan dengan pemahaman struktur kata dan kalimat. Sebagian pula tidak langsung bersifat fonemik, tetapi tak kurang petingnya untuk berhasilnya komunikas. 

Baca artikel serupa di Serba-Serbi Sastra agar makin memahami kasusastraan

Gejala semacam itu, misalnya, tekanan suara tertentu, lagu kalimat yang istimewa, bicara yang cepat atau lambat, suara yang keras atau lirih; di samping itu ada gerak-gerik tangan, mata, dan anggota badan lain yang dapat menyokong dan turutmenjelaskan pesan yang ingin disampaikan.

Dari data semacam itu sering kali mengerti keadaan mental si pembicara: apakah dia marah, senang, gembira, gugup, jujur; apakah yang ingin disampaikannya pentng atau tidak, dan seterusnya.

Seperti dikatakan Uhlenbeck (1979:406), keberhasilan komunikasi tidak tergantung pada efek sarana-sarana lingual saja; pemahaman pemakaian bahasa lisan adalah hasil permainan bersama yang subtil dari data-data pengetahuan lingual dan ekstralingual, dari informasi auditif, visual, dan kognitif (berdasarkan pengetauan atau penafsiran).

Baca juga beragam CERPEN atau PUISI 

Kedua

Dalam bahasa tulis biasanya tidak ada kemungkinan hubungan fisik antara penulis dan pembaca. Dalam komunikasi lisan kita banyak bergantung pada kemungkinan yang diadakan oleh hubungan fisik; pendengar melihat gerak-gerik pembicara, yang sering kali sangat penting untuk menjelaskan apa yang dimaskudkannya.

Ia dapat pula memberi reaksi langsung yang penting lagi untuk pembicara, sebab reaksi semacam itu memberi kemungkinan untuk mengecek apakah si pendengar memahami baik apa yang ingin disampaikan. Kalau pendengar mau marah, misalnya si pembicara langsung dapat mencoba menenangkannya; si pendengar dapat pula memberi jawaban, tanggapan langsung, dan seterusnya.

Dalam komunikasi lewat bahasa tulis, situasi itu lain sama sekali, dengan segala akibatnya untuk kedua belah pihak. Penulis harus mengucapkan sesuatu dengan lebih eksplisit, harus sejelas mungkin, harus hati-hati dan lain-lain. Sedangkan pembaca pun harus mengambil sikap yang lain; tugas interpretasi, karena tidak adanya interaksi spontan, jauh lebih sulit.

Baca juga Macam Cerita Rakyat: Pengertian, Ciri-Ciri, Fungsi, dan Contohnya

Ketiga

Dalam hal teks tertulis sering kali penulis malahan tidak hadir sebagiannya atau pun seluruhnya dalam situasi komunikasi. 

Contoh yang paling jelas adalah karangan atau surat yang anonim; pembaca harus mencari informasi yang relevan hanya dari data tertulis saja, entah dia membica semacam gambaran tentang si penulis yang dikenalnya atau dia mencoba menerka identitasnya atas dasar hal-hal yang tersurat ataupun tersirat dalam tulisan yang dihadapinya, ataukah dia sama sekali tidak pedui lagi siapa penulis tulisan yang dibacanya.

Baca juga Historis, Kronologis, dan Filosofis dari Wayang Kulit

Keempat

Teks tertulis juga mungkin sekali makin lepas dari kerangka referensi aslinya. Penulis mungkin mengarang tulisannya berdasarkan situasi tertentu, situasi pribadi, situasi sosial, dan lain-lain, tetapi pembaca yang tidak tahu situasi itu membina situasi dan kerangka acuan sendiri, berdasarkan situasi dia sendiri sebagai pembaca dan berdasarkan informasi yang terkandung dalam tulisan yang dibacanya.

Untuk menghindari salah paham pengarang terpaksa secara eksplisit dan jelas menguraikan informasi kontekstual yang dalam situasi percakapan biasanya tidak perlu dieksplisitkan karena “sama-sama tahu”.

Jelaslah bahwa dalam komunikasi lewat tulisan kemungkinan salah paham jauh lebih besar, walaupun kebebasan si pembaca terhadap latar belakang bacaannya mungkin juga memberi keuntungan tertentu.

Baca juga Pertunjukan Wayang sebagai Etika; Makna Simbolisme Pertunjukan Wayang

Kelima

Di samping semua hal yang telah disebutkan di atas, pembaca juga mempunyai keuntungan lain, kalau dibandingkan dengan pendengar dalam situasi komunikasi. Tulisannya dapat diulang baca seberapa kali dianggap perlu atau penting. Dia dapat memikirkan isi tulisannya matang-matang, kalau belum jelas dapat dibaca sekali lagi, dipikirkan lagi, dan seterusnya.

Tanggapannya juga dapat ditunda dan dipikirkan kembali sebelum dituliskan. Tulisan dapat dibolak-balikkan sambil membaca. Kita semua tahu situasi itu, misalnya kalau menerima surat panjang yang penting.

Pembacaannya juga dapat ditunda sampai ada kelonggaran dan ketenangan, pendeknya pembaca tidak terikat pada situasi komunikasi langsung dan spontan seperti terdapat dalam percakapan.

Baca juga beragam artikel BUDAYA biar makin memahami dan mencintai budaya bangsamu.

Keenam

Teks tertulis pada prinsipnya dapat direproduksi dalam berbagai bentuk, seperti fotokopi, stensilan, buku, dan lain-lain, yang berarti bahwa lingkungan orang yang terlibat dalam tindak komunikasi dengan bahasa tulisan pada prinsipnya jauh lebih besar dan luas daripada yang biasanya terdapat dalam situasi bahasa lisan.

Hal ini malahan khas untuk kebudayaan Barat modern, sejak penemuan teknik percetakan yang efektif ole Gutenberg pada abad ke-15. McLuhan malah menyebut kebudayaan barat sejak itu sebagai kebudayaan yang masuk tahap atau periode (era) Gutenberg; terjadinya media massa berkat penemuan Gutenberg sangat dalam dan luas dampaknya atas keseluruhan kebudyaan *surat akbar; pendidikan melalui buku, dan lain-lain) Lihat-lah buku The Gutenberg Galay, McLhan (1962).

Ada orang yang berpendapat bahwa pada masa sekarang ini kita mengalami perubahan kebudayaan yang tak kurang penting daripada yang diakibatkan oleh penemuan tekni pencetakan; maksudnya dengan munculnya televisi dan teknik komunikasi massa yang lain, yang lebih langsung memanfaatkan aspek visual membaca sering kali tidak langsung perlu sebab kesan visual dan auditif lewat peralatan komunikasi massa menggantikan keperluan mutlak akan bacaan.

Baca juga beragam artikel yang membahas makna dari FALSAFAH-FALSAFAH JAWA

Sampai di mana hal itu akan berarti abhwa komunikasi lewat bacaan akan berkurang pentingnya masih harus ditunggu. Yang jelas, komunikasi oral lewat radio dan lain-lain muncul kembali sebagai sarana komunikasi massa yang sangat penting tetapi situasi komunikasi oral lewat media massa jauh berbeda dengan situasi komunikasi spontan antara pembicaraan dan pendengar.

Dalam hal radio tidak ada kemungkinan interaksi langsung antara kedua belah pihak, perkenalan pribadi dengan pembicara sering kali tidak ada; pengetahuan akan situasi pembicara tidak ada pendengar; ada kemungkinan reproduksi (rekaman); malahan sering kali komunikasi lisan itu berlangsung atas dasar teks tulisan yang disiapkan lebih dahulu (skrip, naskah).

Dalam hal ini masih perlu disebut bentuk peralihan lain antara komunikasi lisan spontan dan komunikasi tertulis, misalnya percakapan melalui telepon. Namun, masalah semacam ini tidak langsung relevan untuk pembicaraan sastra.

Baca juga Menonton Bapak Memancing di Laut Karya Dewanto Amin Sadono

Ketujuh

Komunikasi antara penulis dan pembaca lewat tulisan membuka kemungkinan adanya jarak jauh antara kedua belah pihak dalam hal ruang, waktu, dan juga dari segi kebudayaannya. Kta dapat membaca hasil tulisan dari masa yang lampau, dari negeri lain, dengan latar belakang kebudayaan yang lain sekali dari situasi kita sendiri.

Jadi, kemungkinan adanya tulisan menciptakan hubungan sejarah anatra kita dengan generasi sebelum kita, dan hubungan yang melampauai batas daerah, negara, malahan menjadi dasar komunikasi global atau sedunia. Berkat adanya komunikasi tertulis, dunia menjadi makin sepit, dengan segala konsekuensinya, baik dan buruk.

Baca juga beragam KARYA SASTRA yang diterbitkan SALIK

*Disarikan dari berbagai sumber literatur yang kredibel dan dari buku Sastra dan Ilmu Sastra karya A. Teeuw yang diterbitkan pada 2015 (cetakan kelima) oleh Dunia Pustaka Jaya, Bandung.A

Ruang Literasi dan Edukasi

Post a Comment

© Untaian Abjad. All rights reserved. Developed by Jago Desain