Mengenal Bagaimana Manusia Memperoleh Bahasa Secara Sintaksis, Semantik, dan Fonologi
Pemerolehan bahasa atau akuisisi
bahasa merupakan proses yang berlangsung did alam otak seorang kanak-kanak
ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya (Chaer, 2009). Pemerolehan bahasa
dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan
proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa
kedua, setelah dia memperoleh bahasa pertamanya.
Pemerolehan bahasa berkenaan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa
berkenaan dengan bahasa kedua. Namun, banyak juga yang menggunakan istilah
pemerolehan bahasa untuk bahasa kedua,
seperti Nurhadi dan Roekhan (1990).
Ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak sedang memperoleh
bahasa pertamanya, yaitu proses
kompetensi dan proses performansi.
Dua proses ini merupakan proses yang berlainan. Kompetensi merupakan proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung
secara tidak disadari.
Proses kompetensi menjadi syarat terjadinya proses performansi yang terdiri dari dua buah proses, yaitu proses
pemahaman dan proses penerbitan atau proses menghasilkan kalimat-kalimat. Proses
pemahaman melibatkan kemampuan atau kepandaian mengamati atau mempersepsi
kalimat-kalimat yang didengar. Sedangkan penerbitan melibatkan kemampuan
mengeluarkan atau menerbitkan kalimat-kalimat sendiri.
Baca Juga: Hakikat Bahasa
Kedua jenis proses kompetensi ini apabila telah dikuasai kanak-kanak
akan menjadi kemampuan linguistik
kanak-kanak tersebut. Inti sarinya, kemampuan linguistik terdiri dari kemampuan
memahami dan kemampuan transformasi generatif disebut perlakuan atau pelaksanaan
bahasa atau performansi.
Hal tersebut sejalan dengan pandangan Chomsky
(1957, 1965) bahwa kompetensi mencakup tiga buah komponen tata bahasa, yaitu
komponen sintakis, semantik, dan fonologi. Oleh karena itu pemerolehan bahasa
ini lazim dibagi menjadi pemerolehan sintaksis, semantik, dan fonologi. Ke dalam pemerolehan sintaksis dan semantik
termasuk juga pemerolehan leksikon atau kosakata. Ketiga komponen tata bahasa
ini tidaklah diperoleh secara berasingan, yang satu terlepas dari yang lain,
melainkan diperoleh secara bersamaan.
Pemerolehan Sintaksis
Singkatnya, banyak pakar pemerolehan bahasa menganggap pemerolehan
sintaksis dimulai ketika kanak-kanak mulai dapat menggabungkan dua buah kata
atau lebih. Hal tersebut lebih kurang dialami ketika berusia 2:0 tahun. Oleh
karena itu, mereka menganggap tahap holofrasis tidak berkaitan dengan
perkembangan pemerolehan sintaksis.
Clark (1977) dan Garman
(1977) menyatakan bahwa tahap holofrasis ini mungkin dapat memberikan beberapa
gambaran batin mengenai perkembangan sintaksis. Oleh karena itu, ada baiknya
diikutsertakan dalam satu teori pemerolehan sintaksis.
Baca juga: Hakikat Bahasa: Sebagai Perekam Gagasan
Para peneliti pemerolehan sintaksis tidak memulai kajian dari tahap
holofrasis karena seperti yang dikatakan Greenfield
dan Smith (1976) bahwa ucapan-ucapan
holofrasis sukar ditafsirkan dan dipahami. Dalam menafirkannya peneliti harus
merujuk pada situasi dan konteks dimana holofrasis itu diucapkan. Lagi pula
ucapan holofrass ini sangat terbatas sehingga sukar dikumpulkan dan hal ini
membuat peneliti menjadi tidak sabar.
Jika kanak-kanak telah mencapai tahap dua kata atau lebih, ucapan-ucapannya
juga menjadi semakin banyak, dan mudah ditafsirkan. Oleh karena itu, penyelidik
cenderung untuk memulai kajian pemerolehan bahasa itu pada tahap dua kata.
Pemerolehan Semantik
Kajian deskriptif tradisional terhadap bahasa biasanya dumylai dengan
analisis fonetik, dilanjutkan dengan analisis morfologi, dan selanjutnya
analisis sintaksis. Kemudaian kemunculan linguistik generatif transformatif
dari Chomsky (1957, 1965), maka
pengkajian bahasa beralih pada komponen sintaksis karena komponen inilah yang
dianggap otonom.
Dalam kajian psikolinguistik, hal tersebut pun diikuti. Maksudnya, dalam
mengkaji pemerolehan bahasa dimulai dari pengkajian pemerolehan sintaksis. Kemudian
baru diikuti dengan pengkajian pemerolehan semantik, dan pemerolehan fonologi.
Dalam perkembangan terkakhir, sejalan dengan perkembangan teori linguistik
generatif transformasi yang lebih mengedepankan komponen semantik, maka dalam
psikolinguistik kajian pemerolehan bahasa pun dimulai dari komponen semantik. Kemudian
baru dilanjut dengan kajian pemerolehan sintaksis dan fonologi.
Baca juga: Asal-Usul Bahasa
Pada tahun pertama dalam kehidupannya, seorang bayi menghabiskan waktunya
untuk mengamati dan mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi yang ada
disekitar kehidupannya. Pengamatan ini dilakukan melalui seluruh panca
inderanya. Apa yang diamati dan dikumpulkan menjadi “pengetahuan dunianya”. Berdasarkan
pengetahuan dunianya inilah si bati memperoleh semantik bahasa dunianya dengan
cara meletakkan “makna” yang tetap kepada urutan bunyi bahasa tertentu.
Untuk mengkaji pemerolehan semantik kanak-kanak maka perlu terlebih dahulu
memahami apa yang dimaksud dengan makna atau arti itu. Ada beberapa teori
mengenai makna dan semantik itu. Menurut salah satu teori semantik yang baru, makna
dapat dijelaskan berdasarkan apa yang disebut fitur-fitur atau
penanda-penanda semantik. Hal tersebut berarti, makna sebuah kata merupakan
gabungan dari fitur-fitur semantik ini (Larson,
1989).
Namun, ada satu masalah yang sukar dipecahkan oleh teori semantik, yaitu
masalah bagaimana menarik garis pemisah antara yang disebut sintaksis dan yang
disebut semantik. Demikian juga antara yang disebut makna dengan yang disebut
pengetahuan kognitir (Bolinger,
1965).
Guna memecahkan masalah tersebut, Simanjuntak
(1977, 1987) mengatakan bahwa komunikasi, pragmatik (konteks), makna, dan
sintaksis terjadi bersama-sama. Keempat unsur tersebut merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan untuk menyampaikan pengetahuan, perasaan, dan emosi
dari seseorang kepada orang lain.
Sederhananya, kita tidak mungkin dapat memisahkan makna dari sintaksis
karena sesungguhnya makna itu diwujudkan oleh sintaksis; dan sintaksis itu ada
untuk mewujudkan makan. Sintaksis dan makna adalah dua buah wujud yang harus
ada bersama-sama dalam komunikasi.
Baca juga: Fungsi, Struktur, dan Tata Bahasa
Dalam perkembangan psikolinguistik, ada beberapa teori mengenai proses
pemerolehan semantik. Tiga di antaranya yakni teori hipotesis fitur semantik,
teori hipotesis hubungan-hubungan gramatikal, teori hipotesis generalisasi, dan
teori hipotesis primitif-primitif universal.
Pemerolehan Fonologi
Beberapa teori mengenai pemerolehan fonologi oleh kanak-kanak sebagai
bagian dari pemerolehan bahasa ibu seutuhnya yakni meliputi teori struktural
universal, teori generatif struktural universal, teori proses fonologi alamiah,
teori prosedi-akustik, serta teori kontras dan proses. Secara spesifik,
teori-teori tersebu akan dibahas pada kesempatan berikutnya.
Post a Comment