Persiapan untuk Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia

Malam itu juga diputuskan proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dibacakan di tempat kediaman Ir. Sukarno.

Pada akhir 1944, kedudukan Jepang dalam Perang Pasifik sudah sangat terdesak. Angkatan perang Amerika Serikat sudah tiba di daerah Jepang sendiri dan secara teratur mengebom kota-kota utamanya. Ibukotanya sendiri, Tokyo, boleh dikatakan sudah hancur menjadi tumpukan puing.

Dalam keadaan terjepit, Jepang memberikan “kemerdekaan kepada negeri-negeri yang merupakan front terdepan, yakni Birma dan Filipina. Namun, kemudian kedua bangsa itu memproklamasikan lagi kemerdekaannya lepas dari Jepang. 

Adapun kepada Indonesia baru diberikan janji “Kemerdekaan” di kelak kemudian hari. Dengan cara demikian Jepang mengharap bantuan rakyat Indoensia menghadapi Serikat, apabila mereka menyerbu Indonesia.

Baca juga ragam artikel SEJARAH biar tidak melupakan Jas Merah. 

Dan saat itu tiba pada pertengahan 1945 ketika Tentara Serikat mendarat di pelabuhan minyak Balikpapan. Dalam keadaan yang gawat ini, pemimpin pemerintah pendudukan Jepang di Jawa membentuk sebuah Badan Penyelidikan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (Dorukitsu Junbi Cosakai).

Badan itu beranggotakan tokoh-tokoh utama Pergerakan Nasional Indonesia dari segenap daerah dan aliran, pun meliputi pula Sukarno-Hatta. Sebagai ketuanya ditunjuk dr. Radjiman Wedyodiningrat, seorang nasionalis tua, dengan dua orang wakil ketua yang seorang Indonesia dan yang lain orang Jepang.

Pada 28 Mei 1945 dilakukan upacara pelantikan anggota Dorukitsu Junbi Cosakai, sedangkan persidangan pertama berlangsung pada 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945. Persidangan pertama dipusatkan kepada usaha merumuskan dasar filsafat bagi negara Indonesia Merdeka.

Baca juga beragam artikel Sudut Pandang dari berbagai tokoh berpengaruh, akademisi, dan para pemikir atau ahli.

Dalam sidang 29 Mei, Mr. Muh. Yami dalam pidatonya mengemukakan lima asas dan dasar negara kebangsaan Republik Indonesia, yaitu:

  1. Peri Kebangsaan
  2. Peri Kemanusiaan
  3. Peri Ke-Tuhanan
  4. Peri Kerakyatan
  5. Kesejahteraan Rakyat.
Kemudian pada 1 Juni, Ir. Sukarno mengucapkan pidatonya mengenai dasar filsafat negara Indonesia Merdeka yang juga terdiri atas 5 asas, yakni:

  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme atau peri kemanusiaan
  3. Mufakat atau demokrasi
  4. Kesejahteraan Sosial
  5. Ketuhanan Yang Maha Esa

Ia menambahkan pula nama Pancasila kepada lima asas itu yang dikatakannya “atas usul seorang teman ahli bahasa”.

Baca juga artikel serupa di SINAU KEWARGANEGARAAN

Sesudah persidangan pertama itu, Dorukitsu Junbi Cosakai menunda pesidangannya sampai bulan Juli. Sementara itu pada 22 Juni 1945, 9 orang anggotanya, yaitu Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Muh. Yamin, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Abdulkahar Muzakkir, Wachid Hasjim, H. Agus Salim, dan Abikusno Tjokrosuyoso membentuk suatu panitia kecil.

Panitia kecil ini menhasilka suatu dokumen yang berisi rumusan asas dan tujuan negara Indonesia Merdeka. Dokumen ini kemudian dikenal dengan nama “Piagam Jakarta” sesuai dengan enamaan Muh. Yamin.

Kemudian pada 7 Agustus 1945 Dorukitsu Junbi Cosakai dibubarkan. Sebagai gantinya dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada 7 Agustus 1945, Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta, dan dr. Radjiman dipanggil oleh Panglima Tertinggi Mandala Selatan Sepang yang membawahi seluruh Asia Tenggara, yakni Marsekal Darat Hisaici Terauci, ke markas besarnya di Dalat (Vietnam Selatan).

Kepada ketiga pemimpin Indonesia itu disampaikan oleh Marsekal Teraruci bahwa pemerintah Jepang telah memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Pelaksanaannya dapat dilakukan segera setelah persiapan selesai.

Untuk mempersiapkan kemerdekaan, Teraruci menyetujui pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dengan anggota-anggotanya yang sesuai dengan Dorukitsu Junbi Cosakai, kecuali orang Jepang-nya.

Baca juga CERPEN dan PUISI untuk menghibur dan memotivasi jiwa dan pikiranmu setelah seharian lelah beraktivitas, bekerja, atau belajar. 

Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda. Ketua PPKI yang ditunjuk ialah Ir. Sukarno dan wakil ketuanya Drs. Moh. Hatta. Kemudian anggota PPKI oleh pemimpin-pemimpin Indonesia sendiri ditambah lagi dengan 7 orag anggota tanpa seizin pihak Jepang karena dirasakan bahwa PPKI adalah milik rakyat Indonesia sendiri.

Pada 14 Agustus, ketiga pemimpin Indonesia, yaitu Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta, dan dr. Radjiman menuju kembali ke Jakarta. Pada 15 Agustus 1945 Jepang sudah menyerah kepada Serikat tanpa syarat dan dengan demikian berakhirlah Perang Pasifik. 

Setelah menginap semalam di Singapura, pada 15 Agustus 1945, Sukarno-Hatta tiba kembali ke tanah air. 

Berita tentang menyerahnya Jepang telah diketahui oleh sebagian pemimpin Indonesia, terutama pemimpin-pemimpin muda. Para pemuda menghendaki agar Sukarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia lepas dari Jepang.

Sukarno-Hatta ingin bicara dulu dengan pihak Jepang lalu merapatkan di dalam PPKI. Para pemuda ingin memaksakan kehendaknya dan untuk itu mereka memutuskan untuk mengamankan Sukarno-Hatta ke luar kota Jakarta. 

Baca juga Munculnya Organisasi Pergerakan Nasional: Sebuah Petanda Lahirnya Embrio Kebangsaan dan Nasionalisme Indonesia

Tugas itu dilaksanakan oleh Sukarni, Jusuf Kunto, dan Syodanco Singgih. Pada dini hari, 16 Agustus, Sukarno-Hatta dibawa ke Rengasdengklok, sebuah kota kawedanan d sebuah utara Krrawang yang merupakan tempat kedudukan sebuah kompi Tentara Peta di bawah Cudanco Subeno yang telah mengambil alih kekuasaan dari Jepang.

Berdasarkan perundingan dan tercapainya kata sepakat antara Mr. Ahmad Subardjo dan golongan tua dengan Cudanco Subeno dari golongan pemuda, Mr. Ahmad Subardjo menjamin bahwa proklamasi akan diumumkan pada keesokan harinya, yakni 17 Agustus 1945 dan untuk itu Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta dapat dibawa kembali ke Jakarta.

Malam itu juga mereka mengumpulkan anggota PPKI maupun pemimpin-pemimpin pemuda untuk membicarakan persiapan proklamasi. Agar pembicaraannya aman, mereka berkumpul di rumah Laksamana Muda Maeda (kepala perwakilan Angkatan Laut Jepang di Jakarta) di Jalan Imam Bonjol No. 1.

Kesediaan Maeda itu diperoleh atas permintaan Ahmad Subardjo yang bekerja pada stafnya. Setelah dilakukan pelbagai pebicaraan oleh Sukarno-Hatta, baik dengan pihak penguasa Jepang maupun dengan pemimpin-pemimpin Indonesia, diputuskanlah untuk segera merumuskan teks Proklamasi.

Baca juga Penyebaran Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Pada waktu itu hari telah beralih ke dini hari 17 Agustus 1945. Mereka yang merumuskan naskah proklamasi yakni Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Subardjo. 

Setelah teks proklamasi selesai lalu dibacakan di hadapan pemimpin-pemimpin Indonesia yang telah menunggu di ruang depan. Mengenai isinya seluruh pemimpin Indonesia telah setuju, tetapi timbul persoalan siapa yang sebaik-baiknya menandatangani Proklamasi ini.

Sukarni yang mengusulkan agar teks proklamasi sebaiknya ditandatangai oleh Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indoensia. Usul itu diterima oleh seluruh hadirin dan konsep itu kemudian diketik oleh Sayuti Melik. 

Naskah yang telah diketik oleh Sayuti Melik dan kemudian ditandatangai oleh Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta inilah yang merupakan naskah proklamasi yang otentik (sejati/asli).

Malam itu juga diputuskan proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dibacakan di tempat kediaman Ir. Sukarno, yaitu Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta (sekarang Jalan Proklamasi.

Baca juga Ki Hajar Dewantara: Lebih Baik Tak Punya Apa-Apa tapi Senang Hati daripada Bergelimang Harta namun Tak Bahagia

*Disarikan dari berbagai sumber yang kredibel dan dari buku Sejarah Nasional Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1981.

Ruang Literasi dan Edukasi

Post a Comment

© Untaian Abjad. All rights reserved. Developed by Jago Desain