Potret wanita Suku Himba dewasa (sudah menikah atau memiliki anak) / othschildsafaris |
Suku Himba yang berasal dari Namibia Utara, Afrika,
terkenal dengan gaya hidupnya yang amat terampil, namun juga menganut tradisi
nyeleneh.
Kehidupan sehari-hari masyarakat Suku Himba, mayoritas
dengan menggembalakan ternak.
Selain menggembala, warna oker yang mereka kenakan pada
pakaian kulit tradisional pun merupakan salah satu ciri khasnya.
Tak sedikit orang yang ingin bertemu dengan Himba karena
keunikannya. Salah satu keunikannya terletak pada wanita Suku Himba yang
diketahui tidak pernah mandi.
Baca juga: Pertanian Masa Depan Maluku Utara | R Graal Taliwo
Untuk mengenal Suku Himba lebih jauh, simak penjelasan
yang dikutip dari laman audleytravel dan rothschildsafaris berikut ini.
Sejarah Suku Himba
Bukan hanya cuaca panas dan kekeringan parah yang
kadang-kadang terjadi yang menguji Suku Himba.
Suku ini juga menjadi sasaran upaya pemusnahan rasial
pertama pada abad terakhir antara tahun 1904-1908 oleh Kekaisaran Jerman di
bawah Lothar von Trotha yang mencoba melakukan genosida.
Badai besar yang terjadi pada tahun 1980an, membawa suku ini menghadapi ancaman ganda yaitu kekeringan parah (yang membunuh 90 persen ternak mereka) dan menjadi pion konflik politik dalam Perang Perbatasan Afrika Selatan dengan Angola.
Baca juga: Di Balik Arca Prajnaparamita, Nandi, dan Bhairawa
Namun, Suku Himba masih berdiri kokoh hingga sekarang, hal itu berkat kegigihan mereka dalam mempertahankan budaya dan tidak antipati terhadap modernisasi.
Hal tersebut dapat dilihat dari adanya kerja sama suku
ini dengan aktivis internasional dalam menolak usulan pembangunan bendungan
pembangkit listrik tenaga air yang menurut mereka akan mengancam tanah leluhur
mereka.
Mereka juga berkampanye untuk menentang sekolah-sekolah
yang dianggap tidak pantas untuk anak-anak mereka.
Suku Himba juga diketahui sempat mengeluarkan deklarasi
kepada Uni Afrika dan OHCHR mengenai pelanggaran hak-hak sipil, budaya,
ekonomi, lingkungan hidup, sosial dan politik.
Baca juga: Mengelola Musik Tradisi ala Korea | Aris Setiawan
Kepercayaan Suku Himba
Suku Himba adalah penganut animisme monoteistik dan Dewa
mereka Mukuru, api suci leluhur (okuruwo) dan ternak suci mereka melengkapi
Tritunggal di pusat alam semesta setiap keluarga.
Para wanita akan menyiapkan dupa dari ramuan dan resin
aromatik, kemudian menggunakan asapnya untuk sabun mandi antimikroba, deodoran,
dan pewangi.
Penjaga api akan mendekati api suci leluhur seminggu
sekali untuk berkomunikasi dengan Mukuru. Para leluhur yang bertindak sebagai
wakil Mukuru akan datang dan komunikasi pun akan terjadi melalui asap.
Suku Himba juga sangat percaya pada omiti, atau yang secara
umum kita pahami sebagai ilmu sihir. Keyakinan ini memberikan kekuatan besar
kepada tabib tradisional Afrika.
Baca juga: Makna Rila Lamun Ketaman, Ora Getun Lamun Kelangan | Mutiara Budaya leluhur Jawa
Karakteristik Unik Suku Himba
Secara umum, baik pria maupun wanita Suku Himba
bertelanjang dada, dan mengenakan rok atau cawat yang terbuat dari kulit
binatang.
Pakaian modern jarang ditemukan di wilayah tersebut.
Meskipun ada yang memakai pakaian modern, umumnya yang memakai adalah para
pria.
Para wanita Suku Himba, merupakan ikon utama dari Suku
Himba yang paling dicari oleh masyarakat seluruh dunia yang berkunjung ke sana.
Baca juga: Wayang Kulit Sasak dari Nusa Tenggara Barat
Ada tiga aspek unik dari karakteristik Suku Himba, yang
membuatnya berbeda daripada yang lainnya.
1. Kulit Berwarna Merah
Warna merah yang khas dari anggota suku perempuan
(sebagian kecil laki-laki), merupakan hasil campuran kosmetik lemak mentega dan
pigmen oker (batu hematit yang ditumbuk) yang diberi wewangian dengan resin
semak omuzumba aromatik dan dioleskan ke tubuh mereka.
Pasta otjize yang telah diracik itu diketahui dapat
melindungi mereka dari terik matahari, atmosfer gersang, dan gigitan nyamuk,
selain membuat tubuh mereka terlihat eksotik.
Baca juga: Mengenal Sejarah Kebaya dan Filosofinya
2. Ekstensi Rambut
Ekstensi rambut Suku Himba terbuat dari bulu kambing yang
dikumpulkan dari binatang yang mereka ternak sehari-hari.
Semua Suku Himba memulai hidup dengan kepala yang dicukur
seluruhnya. Rambut dianyam ke belakang kepala untuk anak laki-laki dan untuk
anak perempuan, rambut akan di kepang dua kemudian dihadapkan ke arah wajah
mereka hingga mengenai mata.
Untuk anak kembar, biasanya memiliki satu kepang rambut yang memanjang ke depan. Keturunan patrilineal (keanggotaan oruzo) akan mempertahankan gaya rambut tersebut hingga mencapai usia pubertas.
Pada awal masa pubertas, anak perempuan akan mulai
menganyam rambut mereka. Setelah menikah, perempuan itu akan merias
rambutnya dengan Erembe (kulit domba) yang diikatkan di ujung rambut mereka.
Baca juga: Filosofi Blangkon
3. Kerajinan Tangan Suku Himba
Para wanita Suku Himba biasanya membuat perhiasan,
kerajinan tangan, dan pakaian yang indah untuk mereka pakai sendiri.
Beberapa kalung dan gelang lengan, dibuat oleh mereka
dari manik-manik kulit telur burung unta, rumput, kain, dan tembaga. Perhiasan
yang dibuat dan dipakai oleh Suku Himba, beratnya bisa mencapai 90 pon (40 kg).
Baca juga: Kobro Siswo dan Proses Islamisasi di Borobudur
*Artikel ini ditulis oleh Elista Ita Yustika, pertama kali terbit di Jawa Pos rubrik Humaniora