Di Balik Arca Prajnaparamita, Nandi, dan Bhairawa

Di balik perjalanan arca yang sudah kembali dan yang masih tertinggal di Belanda

Sosok perempuan anggun yang diabadikan dalam arca setinggi 126 cm itu duduk bersila dengan sikap dharmachakra-mudra (sikap tangan perlambang pemutaran roda dharma).

Arca indah yang berasal dari era Singhasari di abad ke-13 itu teridentifikasi sebagai arca Prajnaparamita meski masyarakat luas lebih mengenalnya sebagai patung Ken Dedes.

“Gambarnya juga banyak ditemukan dalam prangko, patung-patung replika di museum-museum daerah, serta reproduksi monumennya di sebuah taman di Malang. Meski bernama Prajnaparamita, seorang dewi (agama) Buddha yang melambangkan kebijaksanaan, ia lebih dikenal masyarakat sebagai Ken Dedes, ratu pertama dari dinasti Singhasari dan nenek moyang para penguasa Singhasari dan Majapahit dua abad berikutnya,” tulis peneliti Institut Kerajaan Belanda bidang Studi Asia Tenggara dan Karibbia (KITLV), Natasha Reichle dalam Violence Renenity: Late Buddhist Sculpture from Indonesia.

Baca juga artikel serupa di SINAU KEWARGANEGARAAN dan SEJARAH biar tidak melupakan Jas Merah.

Meski begitu, Reichle mendapati beberapa teori dan simpulan bukti tentang arca itu. Arca Prajnaparamita sejatinya bukanlah sosok Ken Dedes yang diabadikan dalam bentuk arca.

Menurutnya, ada tiga argumen yang mendukung teori sebelumnya bahwa Prajnaparamita adalah Ken Dedes. Pertama adalah narasi sejarah turun temurun. Kedua, Ken Dedes diasosiasikan dengan sosok dewi Buddha karena ia putri dari seorang biksu Mahayana.

Ketiga, gaya arca yang sangat mirip dengan arca lainnya di Candi Singhasari. MEmang mungkin saja Ken Dedes yang wafat pertengahan abad ke-13 dibuatkan patung penghormatan selama masa Dinasti Singhasari.

Arca Prajnaparamita kemudian dikumplkan di taman isntitute Kerajaan Belanda di Amsterdam dengan sejumlah arca peninggalan Singhasari lain yang sebelumnya ditemukan Nicolaus Engelhard.

Pada 1903, arca Prajnaparamita bersama arca-arca itu ditaruh di museum Volkenkunde, Leiden (Kini bagian dari Nationaal Museum Wereldculturen).

Bersama beberapa benda bersejarah asal Indoesia lain, termasuk naskah Negarakertagama, arca Prajnaparamita masuk dalam dafftar benda yang diminta untuk dikembalikan oleh sebuah komite Direktorat EKbudayaan RI yang diketuai Prof. Ida Bagus Mantra mulai 1968.

Keaepakaan dengan pihak Belanda tercapai pada 1972 meski baru pada 1975 tiba di tanah air.

“Komite tahun 1975 yang diketuai Prof. Ida Bagus Mantra itu kan bisa mengembalikan (arca) Prajnaparamita, (lalu) tahun 1978 mahkota Lombok, dan beberapa milik Pangeran Diponegoro,” tutur I Gusti Agung Wesaka Puja, dubes RI untuk Belanda periode 2015-2020, dalam program Dialog Sejarah: Ada yang Mau Pulang di kanal YouTube Historia(dot)id, 28 JUli 2023.

Kini, arca Prajnaparamita kembali ditampilkan bersama benda bersejarah lain yang direpatriasi pada 10 Juli 2023, dalam pameran Repatriasi: Kembalinya Saksi Bisu Peradaban Nusantara di Galeri Nasional, Jakarta, kurun 28 November - 10 Desember 2023. 

Selain Prajnaparamita, ada empat arca sezazman: Durga, Mahakala, Nandiswara, dan Ganesha. Sementara beberapa arca lain yang juga sezaman masih tertinggal di Belanda.

Arca Bhairawa dan Nandi merupakan dua dari enam arca yang ditemukan dan dipindahkan pejabat kolonial, NIcolaus Engelhard, pada 1803 atau 15 tahun sebelum Monnereau menemukan arca Prajnaparamita di Kompleks Candi Singahasari. Empat arca lainnya adalah arca Durga, Mahakal, Ganesha, dan Nadiswara.

Reichle mengungkapkan, Engelhard memindahkannya ke kediamannya di Semarang dengan alasan untuk “melindungi” arca-arca itu. “Lagi pula orang Jawa sudah tidak lagi menjadikannya berhala yang disembah, oleh karenanya harus dilindungi,” tulisannya.

Laporan penelitian reptriasi yang dihimpun tim ahli Comissie Koloniale Collecties, “Vier beelden uit het tempel complex Singhasari,” menyebutkan keenam arca itu lantas dipisah ke Batavia (kini Jakarta) tapi kemudian sempat “berpisah” pada 1819.

Arca Bhairawa, Nandi, dan Ganesha diangkut ke Belanda pada 1819; adapun arca Durga, Mahakala, dan Nadiswara ditempatkan di Lands Plantentuin Buitenzorg (kini Kebun Raya Bogor).

Pada 1828, tiga arca yang berada di Bogor itu dibawa ke Belanda sehingga keenam arca itu bersatu lagi dan didtempatkan di taman Institut Kerajaan Belanda di Amsterdam. Keenam arca itu plus arca Prajnaparamita jadi koleksi RIjks Museum mulai 1841.

Empat dari enam arca itu (Durga, Mahakala, Nadiswara, Ganesha) masuk dalam daftar repatriasi 2022 triba di tanah air pada Agustus 2023. Menyisakan arca Nandi dan Bhairawa yang tak masuk dalam daftar total benda yang direpatriasi.

“Ternyata di museum (Belanda) masih ada dua patung bagian dari Candi Dinghasari (Nandi dan Bhairawa). Ada juga mungkin patung Brahma dan Prasasti Damalung yang dalam konteks what next-nya dalam pembicaraan dan akan kita tambahkan lagi dalam list (rencana repatriasi,” tukas Puja, ketua Repatriasi Koleksi Asal Indonesia di Belanda.

*Ditulis oleh Randy Wirayudha dan terbit pertama kali di Historia rubrik Kuno edisi 7 Desember 2023
Ruang Literasi dan Edukasi

Post a Comment

© Untaian Abjad. All rights reserved. Developed by Jago Desain