Kesusastraan Jawa merupakan sastra tertua di Indonesia
yang masih eksis hingga masa sekarang. Tradisi penulisan kekawin atau puisi
yang menggunakan media bahasa Jawa Kuna telah ada sejak abad IX, yaitu sejak
dituliskannya Kakawin Ramayana.
Kakawin tersebut ditulis pada 825 Saka atau 903 Masehi.
Sebelum tradisi penulisan kakawin berhenti dengan runtuhnya kerajaan Majapahit
pada abad ke XIV, sekitar satu abad sebelumnya telah terdapat pula tradisi
penulisan kidung yang menggunakan media bahasa Jawa Pertengahan, sehingga
disebut pula Puisi Jawa Pertengahan.
Kemunculan kidung disusul oleh macapat yang menggunakan
media bahasa Jawa baru. Dalam perkembangan sejarah selanjutnya, yakni dengan
munculnya kerajaan Demak, kidung bergeser dan berkembang di Bali, sedangkan
macapat tetap hidup dan berkembang di Jawa hingga kini.
Baca juga ragam artikel tentang KASUSASTRAAN agar wawasan sastramu makin mendalam
Selanjutnya, sejak 1920-an dengan diterbitkannya Serat
Riyanta lahir sastra Jawa Modern yang menampilkan genre prosa. Kemudian
sekitar 1970-an muncul juga drama kuna pada akhir melenium pertama hingga
sastra Jawa Modern pada awal milenium ketiga ini (Imam Budi Utomo, 2002, h.1)
Dapat dikatakan bahwa sastra Jawa telah berusia lebih
dari satu milenium atau seribu tahun, usia yang sangat tua bagi berlangsungnya
sebuah kebudayaan yang anggun dan agung.
Sastra Jawa Klasik yang berbentuk puisi di antaranya,
yaitu Kakawin Arjuna Wiwaha, Baratayuda,
Nirata Praketa, dan Negara Kertagama. Kitab kakawin tersebut umumnya
mendapat pengaruh bahasa Sansekerta yang berasal dari India.
Baca juga CERPEN dan PUISI untuk menghibur dan memotivasi jiwa dan pikiranmu setelah seharian lelah beraktivitas, bekerja, atau berdoa.
Kakawin berasal dari kata kawi yang berarti penyair atau pujangga. Bahasa Kawi adalah bahasa
yang digunakan para pujangga atau penyair dalam menuangkan buah karya
ciptaannya.
Pengaruh bahasa Sansekerta yang bercorak Hinduisme juga
tampak sekali dalam sastra pewayangan, misalnya pada Kakawin Ramayana dan Mahabarata.
Dalam buku yang berjudul Panji, the Culture Hiro: a Structural Study of Religion in Java,
disebutkan bahwa wayang adalah suatu kreasi Hindu Jawa, a cultural feature borrowed from India, eben though in Java trhis has
acquired its own caracteristics; atau suatu sinkretisme, a blending at scular Indian shadowplay with
and unknown Javanese ritual with ancestral fingures.
Baca juga Mutiara Makna di Balik Tembang Dolanan Sluku-Sluku Bathok
Berabad-abad lamanya kebudayaan Hindu Budha yang berasal
dari India itu mempengaruhi tanah Jawa. Kejayaan Hindu-Budha berangsur-angsur
menyusut setelah kekuasaan kerajaan Majapahit berakhir.
Pengaruh Hindu-Budha bergeser ke Pulau bali hingga saat
ini. Bahkan agama Hindu merupakan agama yang dianut oleh mayoritas penduduk
Bali.
Sebelum kedatangan orang India yang menetap di Nusantara,
hubungan orang-orang Nusantara dengan orang-orang asing hanya sebatas kepada
tempat-tempat perdagangan di pantai. Luar dari tempat-tempat tersebut,
orang-orang masih hidup terasing, jarang atau tidak pernah bergaul dengan orang
asing.
Baca juga Unsur Pembangun Novel Anak Semua Bangsa Karya Pramoedya Ananta Toer
Masyarakat Jawa kuna sangat sederhana, mereka belum
mempunyai huruf dan alat-alat untuk menulis. Oleh karena itu, tentu saja tidak
terdapat kitab-kitab yang memungkinkan kita untuk mengetahui bagaimanakah
sastra pada waktu itu, tetapi tidak adanya kitab-kitab itu tidak berarti, bahwa
mereka tidak mempunyai buah sastra.
Oleh karena mereka belum tahu huruf dan belum mempunyai
alat menulis, maka semua hasil sastra itu hanya dipelajari dan disampaikan
secara lisan.
Cerita-cerita itu pada umumnya bertalian rapat dengan
kepercayaan mereka dan kebanyakan dalam bentuk kisah. Sebagai contoh dapat
diambil beberapa suku yang hingga belakangan ini masih hidup terasing dan buta
huruf, misalnya suku Toraja dari Sulawesi Tengah yang pernah diselidiki dan
dipelajari oleh para sarjana.
Sastra adalah bagian dari kebudayaan, maka dengan kebudayaan India datang pulalah sastra India di Nusantara.
Baca juga ragam artikel tentang SOSOK yang akan memberikan banyak energi dan inspirasi pada dirimu yang tengah memperjuangkan hidup.
Sejak awal Masehi, di India berkembang sastra yang
berpusat pada kitab-kitab suci agama Hindu, yaitu kitab runara (Wojowasito, 1967).
Di samping Hinduisme ini berkembang pulalah agama Budha, baik Mahayana maupun
Hinayana dengan seluruh sastranya.
Tidak hanya sastra yang berhubungan dengan agama saja
yang berkembang, tetapi di samping itu terdapat pula karangan-karangan yang
terutama mementingkan indahnya bahasa, halusnya rasa, bagusnya irama.
Selama ini timbul sajak yang terkenal bagusnya bagi
bangsa India, yaitu yang disebut Kawya.
Orang-orang India yang datang ke
Nusantara itu mula-mula bukan dari kasta Ksatria dan Brahmana, tetapi dari
kasta Waisa dari berbagai tempat di India, malahan ada yang jauh dari tempat
pusat sastra India.
Baca juga ragam artikel BUDAYA biar makin mencintai keberagaman yang ada di negeri kita tercinta, Indonesia.
Hasil-hasil sastra itu banyak berlainan, misalnya cerita Ramayana dan Hikayat Seri Rama. Perbedaan kedua cerita tersebut disebabkan oleh
tempat sumber yang berlainan.
Sastra India terutama berpusat kepada kasta Brahmana dan
Ksatriya. Orang-orang India kasta Waisa ini datang ke Nusantara terutama bagi
kepentingan dagang. Tidak sengaja menyampaikan hasil-hasil sastra bangsanya ke
Nusantara.
Proses ini terutama terjadi di pantai-pantai yang terdapat perantauan bangsa
India. Proses itu menarik perhatian kalangan bangsa Nusantara (Jayaubrata,
1917, h.76).
Makin banyak percampuran darah mereka dengan orang India
dan pengetahuan mereka tentang agama yang datang dari India itu, makin besar
hasrat mereka hendak mengetahui sastra India yang resmi, yang rapat
pertaliannya dengan agamanya.
Baca artikel lainnya tentang Sudut Pandang agar wawasan dan pengetahuanmu makin mendalam.
*
- Disarikan dari sumber-sumber literatur yang kredibel dan
- Purwadi.
2007. Sastra Jawa Kuno: Puisi karya Purwadi. Yogyakarta: Cipta Pustaka. (*Sumber Utama)
- Jayasubrata. 1917. Babad Tanah Jawi. Aksara Jawa 4 Jilid. Semarang: van Dorrp & Co
- Utomo, Imam Budi. 2002. Eskapisme Sastra Jawa. Yogyakarta: Gama Media.
- Wojowasito. 1967. Sejarah kebudayaan Indonesia. Jakarta: Kinta