Unsur Pembangun Novel Anak Semua Bangsa Karya Pramoedya Ananta Toer

Sinopsis Novel Anak Semua Bangsa

Novel Anak Semua Bangsa karya Pramoedya Ananta Toer adalah novel yang berlatar zaman penjajahan Belanda di Hindia Belanda dengan tokoh utama bernama Minke, Anak Semua Bangsa menggambarkan hubungan antara negara penjajah sebagai penguasa dan negera jajahan sebagai pihak yang dikuasi. Novel ini menceritakan perjalanan Minke ke negeri Belanda.

Awal critanya ketika Annelies Mellema, istri Minke telah berlayar ke Netherland, sedangkan di Wonokromo para sekaut datang mendatangi rumah Nyai Ontorsoh ( ibu dari Annelies dan mertua dari Minke) untuk memberikan berita bahwa Nyai Ontosoroh dan Minke sudah bebas keluar masuk rumah, tanpa ada bukti-bukti bahwa mereka melakukan kesalahan.

Suasan di rumah masih belum menyenangkan dikarenakan Ibu masih kesal atas tindakan Belanda. Tidak lama kemudian Minke beranjak pergi ke kamarnya dan membuka  almari Annelies. Minke menemukan cincin yang berasal dari Robert Robbertdan menemukan beberapa surta cinta yang dikirim oleh Robert. Kekesalan Minke pun memuncak. Minke bergegas keluar rumah untuk bertemu dengan Robert Robbertuntuk mengembalikan cincin yang diberikan kepada Annelies.

Saat di perjalanan bersama Juki, Minke bertemu dengan Victor Roomers, kawannya sewaktu bersekolah di HBS. Setelah Minke bercerita mengenai Robert, Victoor pun merasakan kekesalan yang dialami Minke. Mereka sejenak singgah di kedai minuman untuk membicarakan Robbert. Ternyata Robbertsudah kabur dan tidak ada seorang pun yang tahu keberadaannya. Robert juga diketahui telah melakukan kejahatan yaitu mencuri cincin dari toko Ezekiel.

Semakin marahnya Minke bahwa cincin yang diberikan kepada Annelies adalah hasil curian. Minke tetap ingin mengunjungi keluarga Robert untuk mengembalikan cincinya. Padahal Victoor telah mengingatkan bahwa keluarga (ibu ayah) Robbert sekarang melarat dan tidak tahu menau keberadaan serta masalah Robbert Suurhof.

Minke bergegas meninggalkan kedai dan sampai di depan rumah keluarga Suurhof, seketika Minke terenyuh karena keadaan keluarga Robbert yang sangat melarat, niat Minke untuk mengembalikan cincin kepada keluarga Robbert pun diurungkannya, sekarang cincin hasil curian Robbert berada di tangan polisi.

Minke dan Ibunya mengkhawatirkan Annelies yang dikirim ke Belanda. Nyai Ontosoroh menyuruh Panji Darman ( Robert Jan Daperste ) untuk  mengikuti jejak Annelies dan memantau kedaanya Annelies saat perjalanan ke Netherland. Panji terus mengirimi surat kepada Nyai Ontosoroh dan Minke selama perjalanan.

Dia menulis bahwa selama perjalanan menuju kapal di pelabuhan banyak yang bersimpati pada keluarga Mallema. Prajurit pengawal rombongan Annelies menjadi sasaran makian, hinaan, hingga melempar batu kepada pengawal. Saat kapal berlayar Panji belum bisa melihat keadaan Annelies karena ditempatkan di kabin khusus dan penjagaan ketat, serta tidak pernah keluar. Baru setelah sampai pelabuhan Singapura, dia bisa melihat Annelies, namun Annelies terlihat seperti mayat hidup, begitu rapuh dan seolah tidak ada kehidupan di dalamnya.

Panji berusaha memberitahu Annelies bahwa dia tidak sendiri, namun usaha itu ternyata diketahui perawat yang merawat Annelies. Panji pun meminta izin kepada pegawai kapal untuk menemui Annelies, pegawai kapal mengizinkan Panji menemani Annelies. Annelies terlihat tetap seperti mayat hidup. Sedikit demi sedikit Panji mulai menggantikan tugas perawat mengurus Annelies.

Akhirnya, Panji Darman sepenuhnya menjadi perawat Annelies. Sampai di Netherland, Panji tetap menemani Annelies dan merawatnya, padahal Annelies telah mendapatkan perwalian. Annelies sendiri sudah tidak menyadari sesuatu, hanya Tuhan yang tahu keadaannya. Telegram terakhir Panji Darman, mengucapkan ikut berdukacita atas meninggalnya Mevrouw Annelies ketika dia sampai di Netherland.

Kehidupan terus berjalan tanpa Annelies, kejadian ini meninggalkan duka pada Nyai Ontosoroh dan Minke, lalu seketika Hindia di gemparkan dengan berita bahwa kedudukan Jepang sama dengan kedudukan Eropa, protes dimana-mana merasa terhina bahwa Eropa disamakan dengan salah satu bangsa Asia (Jepang) meskipun pada saat itu Jepang sudah maju ilmu dan pengetahuan serta memiliki kapal perang yang kuat. Hal ini memicu beberapa kelompok orang di beberapa bangsa Asia lain untuk berusaha bangkit.

Kebangkitan itu dimulai dengan mengenal bangsa sendiri, berbuat sesuatu untuk bangsa, salah satunya seperti yang disarankan Jean Marrais terhadap Minke, dikarenakna Minke selama ini selalu membuat karya atas bangsa Eropa dan sungguh mengagungkan Eropa, Jean menyarankan Minke untuk belajar bahasa melayu karena itu bahasa yang dapat dimengerti oleh seluruh bangsa di Hindia. Jean menilai Minke pandai menulis bahasa  Belanda tapi tidak mau menulis Melayu dan sempat terjadi percekcokan diantara mereka dan mampu dilerai oleh anaknya Jean yaitu May, agar tidak marah kepada papa nya (Jean Marrais).

Akhirnya mereka pun bisa saling menerima pendapat masing-masing dengan lapang dada. Khow Ah Soe seorang angkatan muda Cina, Khow Ah Soe adalah seorang pemuda yang sedang berjuang untuk kebnagkitan bangsanya, Tiongkok. Kejadian-kejadian yang tidak menyenagkan pun terus dialami oleh Nyai Ontosoroh dan Minke di Wonokromo. Khow Ah Soe diburu polisi Hindia dengan alasan penyelundupan ilegal. Atas kejadian tuduhan itu Khow Ah Soe dipersilahkan untuk menginap di rumah Nyai Ontosoroh  dan Minke lalu menjadi sahabat mereka. Atas pemburuan Khow Ah Soe, tidak berapa lama kemudian Khow Ah Soe meningal dunia di danau jembatan merah dengan beberapa tusukan.

Keburukan Belanda tidak hanya itu saja, ada administratur pabrik gula yang bernama  Frits Homerus Vlekkenbaaij yang bertindak semena-mena, orang jawa selalu memanggil Frits dengan sebutan Plikemboh. Dia pemabok, pemarah, kejam dan pengganggu wanita. Ketika melihat Surati, anak perempuan Sastro, timbulah niat jahatnya. Plikemboh menyiapkan jebakan untuk Sastro. Suatu hari uang kas pabrik yang jadi tanggung jawab Sastro hilang. Plikemboh mau memberi hutang dengan syarat Surati diserahkan kepadanya. Semula Surati dan ibunya menolak tapi tanpa daya. Akhirnya Surati menerima dengan sebuah rencana balas dendam. Suatu malam dia pergi ke sebuah desa yang terkena wabah Pes.

Dia mampu masuk walaupun desa itu dijaga ketat agar orang luar tidak bisa masuk dan orang desa tidak bisa keluar sampai semua  mati  bersama penyakitnya. Surati menemukan  seorang bayi yang sedang sekarat dan akhirnya mati dalam pelukannya, sedangkan orang tuanya sudah mati di dekatnya. Esoknya Surati datang menyerahkan diri ke Plikemboh, dengan cepat Plikemboh tertular penyakit Pes. Beberapa hari kemudian mereka mati bersama terkena sakit Pes. Minke bertemu denagn Trunodongso, seorang petani yang sedang diteror untuk memberikan tanahnya kepada pabrik gula. Trunodongso punya tanah lima bau. Tiga bau sudah disewakan kepada pabrik gula dengan paksa selama delapan belas bulan tapi nyatanya sampai dua tahun,  kecuali dia mau dikontrak lagi untuk musim berikut. Uang kontrak 11 picis tapi dia hanya menerima 3 talen jadi masih kurang 35 sen. Minke berjanji akan  menulis kasus ini di Koran, tapi Nijman menolak. Kommer mengungkapkan bahwa Herman Mellema pernah konflik dengan patih Sisoarjo sehingga si patih dipindah ke Bondowoso.

Selanjutnya pemerintahan kolonial bertindak sewenang-wenang terhadap pribumi, dalam hal ini diwakili oleh pabrik gula kolonial, mereka memaksa para petani agar menyerahkan tanahnya kepada pabrik gula dengan sewa yang sangat tidak adil, pribumi hanya bisa terdiam tidak melakukan apapun. Gula yang ketika itu menjadi primadona perdagangan Eropa menjadi prioritas utama pemerintahan kolonial. Rakyat dipaksa menanam tebu dan  menyetorkan hasilnya kepada pabrik gula kolonial secara tidak adil. Dampaknya adalah rakyat menjadi semakin miskin dan melarat juga kelaparan.

Penderitaan rakyat semakin lengkap dengan sewenang-wenangnya para pejabat baik Eropa maupun pribumi, mereka merampas apa yang mereka mau dari rakyat, istri, anak, tanah, harta, benda, dan kemerdekaan. Pengembaraan Minke semakin luas ketika dia bertemu dengan Ter Haar, seorang jurnalis berkebangsaan Belanda. Haar memaparkan semua kebusukan kolonial melalui pabrik gula, perkebunan, pertanian, dan pertambangan yang mengeksploitir bangsa dan tanah jajahan demi kepentingan golongan penjajah kepada Minke.

Sementara hidup Nyai Ontosoroh terkalahkan oleh keputusan pengadilan kulit putih kolonial yang menyatakan bahwa Boerderij Buitenzorg beserta semua asetnya yang sekian lama dibangun Herman Melema dan istrinya, Nyai Ontosoroh, jatuh ke tangan Mauritz Melema-putra Herman Melema dari perkawinanya di Belanda dengan seorang wanita Eropa.

Setelah kejadian ini tiba-tiba datang surat dari Robert Mellema anak dari Nyai Ontorsoh dan kakak Annelies memberi berita segala yang telah ia alami dan lakukan, terutama tentang pembunuhan ayahnya. Robbert berceita bahwa ia telah menghamili pembantunya sehingga lahirlah bayi laki laki bernama Rono Mellema. Robert mengirimkan surat bhawa ia menitipkan Minem dan anknya di rumah Nyai Ontosoroh, karena keadaan sudah semakin buruk ditambah Robert Mellema telah tiada karena penyakitnya, maka dengan keibaan Nyai Ontorsoh, dia mau menampung Minem, ibu Minem dan cucunya (Rono Mellema).

Saat itu datang Akontan De Visch yang mengajak Minem untuk bertemu dengan Ramond Debree, lalu seketika Minem menyetujuinya dan dengan ringan hati menyerahkan anaknya “Rono Mellema” di asuh oleh Nyai Ontorsoh, dan Nyai Ontorsoh pun membuat perjanjian bahwa anak ini tidak akan Minem ambil kembali karena dia memutuskan untuk pergi meninggalkan anakanya. Lalu Letnan Kolonel Ir. Maurits Mallema saudara tiri Annelies sekaligus pemegang perwaliannya, datang juga ke Wonokromo mengantar bungkusan berisi koper kaleng tua yang sudah cembung cekung sana sini dan baju bekas Annelies sekaligus mengambil alih harta dan sebagianya yang ada di Wonokromo yang dibangun oleh Herman Mellema.

Nyai Ontosoroh dan Minke menyambut Maurits dengan pandangan pembunuh atas meningglanya Annelies. Sebelumnya warga tidak tahu denga kejadian meningglanya Annelies apalagi Maysaroh anak dari Jean mengetahuinya sangat histeris marah terhadap laki laki itu. Seluruh penduduk di Wonokromo berduka cita mengetahui Annelies telah meninggal dunia dibunuh saudara tirinya, beberapa cercaan yang dilakukan oleh Kommar, Jean, Nyai Ontosoroh, Minke dan semua warga. Namun Maurits tak menggubris cercaan itu dan mulai meningglakan kediaman Nyai Ontosoroh dan Minke tanpa kejelasan.


Berikut ini paparan sederhana unsur pembangun cerita atau novel di atas.

Unsur Instrinsik

Tema  

Secara keseluruhan novel ini mengandung tema sosial, budaya, ekonomi dan politik. Dilihat dari cerita novel ini yang berhubungan antara kebudayaan jawa dan belanda, ditambah dengan adanya interaksi dari tokoh utama “Minke” dengan kehidupan belanda. Kehidupan Minke di Belanda juga tidak lepas untuk memperjuangkan hak-hak pribumi yang tak lepas dari unsur politik dan ekonomi.

Penokohan

Tokoh-tokoh dalam Novel Anak Semua Bangsa karya Pramudya Ananta Toer ditampilkan berdasarkan karakter dan watak masing-masing. Tokoh utama dalam novel ini ialah Minke yang merupakan  pemuda yang pintar namun masih harus belajar tentang keadaan bangsanya. Pada awal cerita, Minke sama sekali tidak mau menulis dalam Melayu maupun mengangkat topik tentang pribumi, tapi setelah mengalami berbagai peristiwa yang membuatnya sadar akan kepentingan bangsanya sendiri akhirnya dia mau menyuarakan penderitaan yang dialami oleh pribumi. Perbedaan kepentingan dan watak masing-masing tokoh melibatkan mereka dalam suatu pertentangan atau konflik-konflik. Secara garis besar penghidupan cerita novel ini dipengaruhi dengan hubungan pertentangan antara Minke, Nyai Ontosoroh dengan Ir. Maurits Mellema.

Setting

Novel Anak Semua Bangsa karya Pramudya Ananta Toer lebih dominan menceritakan kehidupan minke di Belanda dan di Jawa. Banyaknya konflik antar tokoh dengan latar belakang pribumi dan belanda menambah berbagai macam suasana dalam cerita novel ini, namun suasana emosional yang dapat menggambarkan keseluruhan suasana dalam novel ini.

Alur

Secara keseluruhan Novel Anak Semua Bangsa karya Pramudya Ananta Toer dapat disimpulkan menjadi tiga kelompok yakni kelompok awal, kelompok tengah dan kelompok akhir. Dimana saat pembukaan cerita dikenalkan dengan tokoh utama Minke dengan awal kehidupanya, setelah itu diikuti dengan kehidupan Minke yang menjelajahi negara Barat dan menemui berbagai pertentangan antara kehidupan pribumi dan Belanda. Diakhiri dengan kembalinya cerita tentang kehidupan minke dan Ny. Ontosoroh di Jawa setelah mengalami berbagai konflik.

 

Unsur Ekstrinsik

Dalam novel Anak Semua Bangsa karya Pramudya Ananta Toer mengandung nilai-nilai budaya, sosial, politik yang dapat dipetik oleh pembaca. Semua itu dibuktikan dengan isi cerita yang menggambarkan konflik kehidupan tokoh utama dalam hidupnya di negeri Belanda dengan realita kehidupan penjajahan belanda atas pribumi. Secara tidak langsung novel ini juga mengandung nilai sejarah Indonesia dengan kolonial Belanda.

Analisis Menurut Teori J. Elena

Secara keseluruhan novel Anak Semua Bangsa telah mengandung keutuhan jiwa dari tingkat pertama sampai tingkat ke lima, yaitu Niveau Anorganis, Niveau Vegetatif, Niveau Animal, Niveau Human dan Niveu Religius. Semua itu ditunjukkan dengan penggambaran cerita tentang sejarah yaitu sejarah antara Indonesia dan Belanda, dimana dalam novel ini menceritakan tokoh utama yang menjalai kehidupan yang bisa dikatakan memiliki varian suasana. Adanya unsur hubungan negara Indonesia dan Belanda dalam novel ini menjadikan penggunaan bahasa tulis dan nama dari tokoh-tokoh novel ini bisa dikatakan asing dalam struktur diksi dan nama tokoh itu sendiri. 

Selain itu penggambaran suasana penjajahan Belanda pada masa lalu memiliki ciri khas tentang pemaksaan dan kekejaman yang ditonjolkan dalam setiap cerita sejarah. Secara garis besar novel Anak Semua Bangsa baik untuk kajian dalam pembelajaran telah mewakili kelima pengalaman jiwa dari J. Elema, dan penceritaan mengenai sejarah, namun disisi lain penggunaan bahasa belanda dan beberapa bahasa yang tidak umum, menimbulkan pertanyaan dari pembaca sendiri, dan membuat si pembaca kesulitan dalam pengucapan kata-kata dalam bahasa asing. 

Misalkan kata Hordab, wer da; wie daar yang berarti siapa di situ, -Preng-, -vriend- yang berarti teman. -zuivel- yang berarti barang-barang yang terbuat dari susu. Gundik adalah suatu sebutan bagi perempuan yang menjadi istri seseorang yang tidak resmi dan tersembunyi dari khalayak. Dalam hal ini dalam novel Novel Anak Semua Bangsa karya Pramudya Ananta Toer gundik artinya istri yang dinikahi secara tidak resmi. Kaum marjinal adalah kaum yang terpinggirkan secara ekonomi dan perpolitikannya. Kaum dalam cerita novel Novel Anak Semua Bangsa karya Pramudya Ananta Toer, kaum Marjinal diwakili oleh Trunodongso. 

Trunodongso sebagai orang lemah yang termarjinalkan mendapat perlakukan yang sama sekali tidak adil dari penguasa setempat yakni para pengelola pabrik gula Tulangan yang notabene adalah orang Belanda. Memang banyaknya penggunaan bahasa asing menjadikan kelemahan dari novel ini, namun semua itu dapat di atasi oleh penulis dengan adanya keterangan setiap kata-kata asing. 

Ruang Literasi dan Edukasi

Post a Comment