Perjuangan Nasional di Volksraad pada Masa Moderat

Volksraad tidak merupakan dewan perwakilan rakyat yang sesungguhnya, tetapi para nasionalis golongan kooperasi mencoba memanfaatkannya untuk rakyat.

Meskipun disadari bahwa Volksraad tidak merupakan dewan perwakilan rakyat yang sesungguhnya, tetapi para nasionais golongan kooperator mencoba untuk memanfaatkannya guna kepentingan rakyat. Mereka berusaha untuk memanfaatkan semaksimal mungkin kehadirannya dalam dewan tersebut, tetapi hasilnya memang tidak memuaskan.

Beberapa partai dan organisasi nasional mempunyai wakil dalam Volksraad. Guna memperkuat persatuan di antara wakil-wakil bangsa Indonesia, pada 27 Januari 1930, Moh. Husni Thamrin membentuk Fraksi Nasional.

Seperti partai/organisasi nasional lainnya, Fraksi Nasional dengan tidak melanggar hukum menuntut adanya perubahan tata negara dan penghapusan terhadap diskriminasi yang terdapat di bidang politik, ekonomi, dan sosial.

Baca juga ragam artikel SEJARAH biar tidak melupakan Jas Merah. 

Masalah plolitik seperrti penangkapan dan pembuangan semena-mena diperdebatkan dalam sidang Volksraad. Juga masalah sosial-budaya seperti Ordonansi Sekolah Liar, pertahanan dan akibat depresi ekonomi terhadap rakyat yang diperdebatkan dalam sidang ini.

Perjuangan nasionalis di Volksraad ini kadang-kadang dapat menjadi hangat, umpamanya perjuangan yang dilakukan oleh Moh. Husni Thamrin untuk membela sekolah-sekolah liar, bila tidak diindahkan oleh pemerintah, ia mengancam akan keluar dari dewan itu.

Oleh karena itu, dikhawatirkan akan diikuti oleh wakil-wakil Indonesia lainnya sehingga Volksraad akan kehilangan arti, pemerintah akhirnya mencabut Ordonansi itu. 

Baca juga beragam artikel Sudut Pandang dari berbagai tokoh berpengaruh, akademisi, dan para pemikir atau ahli.

Kelumpuhan Pergerakan Nasional akibat politik penindasan kolonial telah menumbuhkan ide petisi Sutardjo yang meminta diberikannya pemerintahan sendiri kepada INdonesia secara sangat berangsur-angsur dalam jangka waktu 10 tahun.

Sebagian besar dari partai-partai, tokoh-tokoh nasionali, dan golongan dalam masyarakat menyokong petisi tersebut. Golongan Arab, INdo, dan Cina menyokong petisi dengan harapan bahbwa kelak dalam Indonesia berdiri sendiri, hak dan kepentingan mereka diakui dan dilindungi.

Guna memperkuat petisi, beberapa aksi dijalankan terutama dalam rapat-rapat umum di seluruh Indonesia yang diselenggrakan oleh Central Comite Petisi Sutardjo.

Baca juga artikel serupa di SINAU KEWARGANEGARAAN

Beberapa partai dan tokoh nasionalis yang sudah menyadari betapa konservatifnya kebijakan politik kolonial, menganggap usul petisi sebagai perbuatan sia-sia. Golongan kapitalis dan pers Belanda menganggap usul in terlalu pagi dan diajukan tidak pada saat yang tepat.

Walaupun mendapat kritik beraneka ragam, tetapi seluruh perhatian Pergerakan Nasional dipusatkan pada petisi ini. Ternyata petisi yang sangat lunak itu ditolak juga oleh Pemerintah Belanda pada Oktober 1938 dengan alasan belum tiba waktunya.

Kegagalan petisi makin meyakinkan Pergerakan Nasional bahwa Voksraad bukanlah dewan perwakilan yang sejati. Di samping itu mendorong usaha penggabungan partai-partai yang kemudian terjelma dalam Gabungan Politik Indonesia (Gapi) pada 1939.

Baca juga CERPEN dan PUISI untuk menghibur dan memotivasi jiwa dan pikiranmu setelah seharian lelah beraktivitas, bekerja, atau belajar. 

Gapi menuntut Indonesia berparlemen yang sesungguhnya. Hasil Gapi adalah dibentuknya Komisi Visman oleh pemerintah dengan tugas menyelidiki hasrat dan keinginan golongan-golongan masyarakat yang ada di Indonesia.

Dalam itu juga telah diperjuangkan pemakaian bahasa Indonesia dalam sidang Volksraad. Begitu pun perubahan kata Inlader menjadi orang Indonesia (Indonesier), Nederlands-INdie menjadi Indonesia (daerah Indonesia). 

Penghapusan diskriminasi berdasarkan patokan warna kulit juga dituntut, tetapi semua itu ditolak oleh Belanda dengan janji akan dibicarakan sesudah Perang Pasifik selesai.

Baca juga Ki Hajar Dewantara: Lebih Baik Tak Punya Apa-Apa tapi Senang Hati daripada Bergelimang Harta namun Tak Bahagia

*Disarikan dari berbagai sumber yang kredibel dan dari buku Sejarah Nasional Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1981.

Ruang Literasi dan Edukasi

Post a Comment

© Untaian Abjad. All rights reserved. Developed by Jago Desain