Masuknya ideologi komunis ke Ideologi tidak terlepas dari
pengaruh penjajahan Belanda. Tokoh utama masuknya komunisme ke Indonesia adalah
Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet. Pada 1902-1909 ia sudah
tergabung dalam Sociaal Democratische
Arbeid Partij (SDAP) di Nederland.
Ia kemudian pergi ke Indonesia dan tiba pada 1913. Ia
tidak hanya menyebarkan ajaran komunisme kepada warga Belanda di Indonesia,
tetapi juga kepada rakyat Indonesia. Dalam menjalankan programnya, Sneevliet
dibantu oleh Bergsma, Adolf Baars, van Burink, Brandsteder, dan H.W. Dekker.
Setahun kemudian (1914) Sneevliet mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging
atau ISDV. Tujuan organisasi politik ini untuk memperbesar dan memperkuat
gerakan komunis di Indonesia. Sneevluet pun menerbitkan majalah Het Vrije Woord untuk dijadikan corong
propaganda ISDV.
Beberapa tokoh pemuda Indonesia yang bergabung dengan
Sneevliet adalah Semaun, Alimin, dan Darsono. Sneevliet berhasil mengorganisasi
buruh kereta api dan trem ke dalam organisasi Vereeniging van Spoor Tramweg Personal (VSIP).
Baca juga artikel serupa di SINAU KEWARGANEGARAAN
Sneevliet dengan cepat memperoleh pengaruh dalam kalangan
buruh. Bahkan organisasi sebesar Sarekat Islam (SI) berhasil dipengaruhinya
sehingga terpecah menjadi dua kelompok. SI pecah menjadi SI Putih yang dipimpin
oleh H.O.S. Tjokroaminoto, H. Agus Salim, dan Abdul Muis, sedangkan SI Merah
dikepalai oleh Semaun.
Semakin radikalnya ISDC menyebabkan pemerintah kolonial
Belanda bertindak keras. Sneevliet diusir dari Indonesia dan kaum komunis
kehilangan pemimpin. Semaun kemudian mengganti ISDV menjadi partai Komunis
Hindia pada 23 Mei 1920 dan tujuh bulan kemudian berubah menjadi Partai Komunis
Indonesia.
Di tengah tokoh komunis Indonesia PKI berubah menjadi
partai yang radikal dan revolusioner. Tanpa takut mereka melancarkan agitasi
dan provokasi melalui surat kabar. Tokoh-tokoh muda yang kemudian bergabung
adalah Tan Malaka, Alirahman, dan Darsono.
Baca juga ragam artikel SEJARAH biar tidak melupakan Jas Merah.
Aksi PKI makin radikal setelah masuknya Muso. Pada
tanggal 12-13 November 1926 PKI melancarkan pemberontakan di Jakarta. Mereka
menyerang rumah Gubernur Jendral van Limburg Stirum, penjara Glodokan, dan
Salemba.
Pemberontakan PKI juga terjadi di Banten (sampai 5
Desember 1926), Bandung (sampai 18 November 1926), dan kediri (sampai 15 Desember 1926). Pemberontakan juga
dilakukan kader PKI di Padang dan Padang Panjang.
Pemerintah kolonial Belanda kemudian mengadakan
penggeledahan. Beberapa tokoh PKI seperti Darsono, Alirahman, dan Marjohan
tertangkap. Alimin dan Muso kemudian melarikan diri ke Rusia, sementara Semaun
pergi ke Belanda. Setelah pemberontakan pada 1926, pengaruh komunisme tidak padam.
PKI kembali bangkit setelah Indonesia merdeka.
Hal itu tidak terlepas dari konstelasi politik dunia saat
itu yang dipengaruhi oleh Perang Dingin. Setelah usainya Perang Dunia II, Asia
Tenggara termasuk Indonesia menjadi ajang perebutan pengaruh antara Amerika
Serikat dan Uni Soviet. Upaya Amerika Serikat untuk menguasai Asia Tenggara
terhalang oleh menguatnya komunisme di Vietnam, Burma, Malaysia, Filipina, dan
Indonesia.
Oleh karena itu, Presiden Amerika Serikat Harry Truman
menerapkan kebijakan the policy of
containment atau politik pemberdayaan komunisme. Kebijakan tersebut
dipelopori oleh Presiden Truman dan perdana Menteri Churchill.
Baca juga CERPEN dan PUISI untuk menghibur dan memotivasi jiwa dan pikiranmu setelah seharian lelah beraktivitas, bekerja, atau belajar.
Untuk membendung komunisme, Amerika Serikat sangat
mendukung kembalinya kolonialisme Belanda. Namun, saat kelompok nasionalis
mulai kuat pengaruhnya dalam pemerintahan di Indoensia, Amerika pun mendukungnya.
Kaum komunis Indonesia berhasil membentuk Front Demokrasi
Rakyat (FDR) pada 26 Januari 1948. Ketua FDR ialah Amir Sjarifuddin. FDR
terdiri atas PKI, Partai Sosialis, PBI, Pesindo, dan SOBSI.
FDR menuntut Kabinet Presidensial Hatta diubah menjadi
Kabinet Parlementer serta menentang program perampingan dan penataan angakatan
bersenjata. Namun, pada 12 Februari 1948 Sutan Sjahrir dan kelompoknya
memisahkan diri dari Partai Sosialis, keluar dari FDR dan mendirikan Partai
Sosialis Indonesia (PSI).
Baca juga beragam artikel Sudut Pandang dari berbagai tokoh berpengaruh, akademisi, dan para pemikir atau ahli
Perkembangan komunis di Indonesia itu mengkhawatirkan
Amerika Serikat. Dikirimlah Merle Cohran (anggota Komisi Tiga Negara) bertugas
di Indonesia. Pada saat yang sama, Uni Soviet juga berusaha menjalin hubungan
dengan pemerintah Indonesia.
PKI semakin berkembang setelah Muso pulang dari Rusia
pada Agustus 1948. Muso berhasil membangun kekuatan revolusioner yang didukung
oleh Sardjono, Alimin, Maruto Darusman, Suripno, Amir Sjarifuddin, Abdulmadjid,
Tan Ling Djie, dan Setiadjid.
PKI menyelenggarakan konferensi luar biasa pada 25-27
Agustus 1948 di Yogyakarta. Saat itu Muso menyampaikan pemikiran tentang “Jalan
Baru untuk Republik Indonesia”. Isinya antara lain tentang kritik dan pembenahan
organisasi PKI. Oleh karena itu, para tokoh PKI pergi ke berbagai daerah untuk
mengadakan rapat akbar dan propaganda.
Baca juga ragam artikel BUDAYA
Suhu politik Indonesia saat itu benar-benar memanas. Dari
luar kita menghadapi Belanda, sementara itu dari dalam kita menghadapi aksi
PKI. Dalam ketegangan itu, terjadi insiden bersenjatra di Solo yang disusul
dengan berdirinya Republik Soviet Indonesia di Madian pada 18 September 1948.
Pemberontakan dipimpin oleh Muso dengan komandan operasi
Kolonel Djokosuyono dan Letnan Kolonel Dahlan. Kota Madiun dan radio Gelora Pemuda sempat
dikuasai PKI untuk melancarkan provokasinya. Namun, pemerintah dan TNI berhasil
menumpasnya dalam waktu kurang dari dua minggu.
Upaya PKI dan kaum komnis untuk merebut kekuasaan belum
sirna meskipun mengalami kegagalan di Madiun pada 1948. Seiring dengan
pergeseran politik pemerintahan yang ditandai menguatnya peran Bung Karno, PKI
berhasil menyusun kekuatan kembali.
Dipa Nusantara Aidit (D.N. Aidit) terpilih menjadi
pimpinan PKI tahun 1951. Pada pemilu 1955 PKI berhasil menduduki empat partai
peserta pemilu. Untuk merebut kekuasaan, PKI membentuk Biro Khusus yang
diketuai Sjam Kamaruzzaman. Biro ini bertugas mematangkan situasi dan
melaksanakan infiltrasi ke tubuh TNI.
Selain itu, PKI juga membentuk beragam organisasi
kerakyatab seperti Pemuda Rakyat dan Gerawani. Di berbagai daerah, PKI juga
membuat aksi sepihak untuk meneror rakyat. Untuk mencapai tujuannya, tidak
segan PKI membunuh pejabat dan orang-orang yang dianggap menghalangi
perjuangannya.
Untuk mematangkan rencananya, Sjam melontarkan isu dewan Jendral yang akan mengadakan pemberontakan. Dengan dalih menyelamatkan revolusi Indonesia, PKI harus mendahului pemberontakan.
Akhirnya, PKI menjalankan kudeta dengan nama operasi Gerakan 30 September. Bertindak sebagai
komandan operasi adalah Letkol Untung (Komandan
Resimen Tjakrabirawa yaitu pasukan pengawal presiden).
Baca juga artikel serupa tentang Ideologi-Ideologi Besar di Dunia
Dini hari pada 1 Oktober 1965 PKI menjalankan kudeta
dengan menculik dan membunuh enam perwira tinggi Angkatan Darat. Jenazah mereka
dikubur di sebuah sumur tua di Lubang Buaya, Jakarta.
Adapun jendral-jendral korban G 30 S/PKI, yaitu sebagai
berikut.
- Letnan Ahmad Yani menjabat Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad).
- Meyjen R. Soeprapto menjabat Deputi II Pangad.
- Mayjen Haryono M.T. menjabat Deputi III Pangad.
- Meyjen S. Parman menjabat Asisten I Pangad.
- Brigjen D.I. Pandjaitan menjabat Asisten IV Pangad.
- Brigjen Soetojo S. Menjabat Oditur Jendral Angkatan Darat.
Beberapa instalasi penting sempat dikuasai dan
mengumumkan Dewan Revolusi dan
menyakatan Kabinet Dwikora demisioner. Namun, berkat kesigapan TNI AD di bawah
pimpinan Jendral A.H. Nasution dan Mayjen Soeharto, gerakan PKI segara bisa
dipatahkan. G 30 S/PKI melatarbelakangi tumbangnya kekuasaan Presiden Ir.
Soekarno.
Perlahan Soeharto memegang tampuk kekuasaan Indonesia.
PKI kemudian dijadikan partai terlarang. Ideologi komunisme dinyatakan haram di
bumi Indonesia.
*Disarikan dari sumber-sumber literatur yang kredibel dan dari Buku Paradigma Baru Filsafat Pancasila dan Kewarganegaraan (2009) karya Drs. Asmoro Achmadi, M.Hum.