Perumusan Pancasila oleh Panitia Sembilan

Perumusan Pancasila oleh Panitia Sembilan

Sidang BPUPKI yang pertama belum menghasilkan kesepakatan tentang rumusan dasar negara. Namun, pidato Ir. Sukarno pada 1 Juni 1945 mempunyai arti yang sangat penting karena dapat mengintegrasikan seluruh pandangan anggota BPUPKI menjadi suatu kesatuan yang utuh juga disampaikan dengan retorika yang kuat.

Setelah berakhirnya sidang BPUPKI yang pertama, dibentuklah Panitia Kecil yang terdiri atas delapan orang yang diketuai oleh Ir. Sukarno. Panitia ini bertugas mengumpulkan usul-usul para anggota BPUPKI serta merumuskan Pancasila sebagai dasar negara berdasarkan pidato yang disampaikan Ir. Sukarno.

Baca juga: Kelahiran Pancasila dalam Sidang BPUPKI

Panitia Kecil tersebut di antaranya sebagai berikut.

  1. Ir. Sukarno
  2. Drs. Mohammad Hatta
  3. R. Otto Iskandar Dinata
  4. K.H. A. Wachid Hasjim
  5. Mohammad Yamin
  6. Ki Bagoes Hadikoesoemo
  7. M. Soetardjo Kartohadikoesoemo
  8. A.A. Maramis

Belum sempat mengadakan pertemuan, keanggotaan Panitia Delapan diganti menjadi sembilan orang sehingga menjadi Panitia Sembilan. Penggantian ini dilakukan untuk menghadirkan komposisi keanggotaan panitia yang lebih mewakili dinamika pembahasan tentang dasar negara dalam sidang BPUPKI pertama tersebut, yang merepresentasikan golongan nasionalis religius dan islamis nasionalis.


Berikut adalah kesembilan anggota BPUPKI tersebut.

  1. Ir. Sukarno (ketua)
  2. Drs. Moh. Hatta (wakil ketua)
  3. Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
  4. Mr. Muhammad Yamin (anggota)
  5. K.H. Wachid Hasyim (anggota)
  6. Abdul Kahar Muzakir (anggota)
  7. Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota)
  8. H. Agus Salim (anggota)
  9. Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)

Baca juga: Pembentukan BPUPKI

Panitia Sembilan yang menggantikan Panitia Delapan beranggotakan 4 orang golongan nasionalis religius dan 4 orang golongan Islam nasionalis, sedangkan Ir. Sukarno sebagai ketua sekaligus penengahnya. 

Panitia Sembilan ini, pada 22 Juni 1945 di kediaman Ir. Sukarno, Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, berhasil menyepakati rancangan preambul yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila. 

Ir. Sukarno menyebut rancangan preambul ini dengan “Mukadimah”, Muhammad Yamin menyebutnya “Piagam Jakarta”, dan Soekirman Wirsosandjojo menyebutnya “Gentlemen’s Agreement”.

Baca juga: Kumpulan Materi PKN Kelas VII

Teks Piagam Jakarta 

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Dan, perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia udah sampailah kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Kemudian, daripada itu buat membentuk suatu pemerintah negara Indonesia Merdeka yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan buat memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu hukum dasar negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada:

Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

*

Baca juga beragam artikel Sudut Pandang dari para ahli, tokoh, akademisi, agar wawasanmu makin keren.

Melalui pembahasan yang demokratis, Panitia Sembilan menyepakati untuk menyempurnakan rumusan Pancasila yang diusulkan Ir. Sukarno menjadi sebuah rumusan yang dikenal sebagai Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945. Rumusan Pancasila tersebut berbunyi:

  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Persatuan Indonesia.
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam. permusyawaratan-perwakilan.
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Selanjutnya, Piagam Jakarta tersebut diajukan dalam sidang BPUPKI oleh Panitia Sembilan itu dan diterima dengan sambutan yang sangat baik.

Isi dari Piagam Jakarta itu kemudian dijadikan dalam teks Pembukaan UUD 1945 dibagian awal.

Lalu pada hasil sidang BPUPKI tanggal 18 Agustus 1945, teks Piagam Jakarta pun disahkan sebagai dasar negara yang dinamakan Pancasila.

Perubahan terjadi pada sila pertama dimana kata "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diganti menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa".

Baca juga beragam artikel BUDAYA 

Permasalahan Piagam Jakarta

Dalam menyusun Piagam Jakarta tersebut, ada masalah yang cukup menimbulkan polemik pada saat itu. Dimana, tokoh Islam dengan tokoh kebebasan dari timur ada perbedaan pendapat.

Selain itu, timbul juga pemahaman-pemahaman lain yang terus bergejolak diantara para tokoh-tokoh yang berunding.

Berikut ini, beberapa permasalahan yang timbul saat sedang menyusun Piagam Jakarta, yaitu:

Pertama, Adanya protes dari utusan Indonesia Timur mengenai kata “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya” yang ada pada naskah Piagam Jakarta. Delegasi Indonesia Timur beralasan kalau hal tersebut mencerminkan Indonesia berdasarkan syariat Islam, jadi penganut agama lain menjadi warga nomor dua. 

Dalam mengatasi hal ini Drs. Mohamad Hatta dan Ir. Soekarno mengadakan rapat tidak resmi dengan tokoh Islam, di antaranya Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, dan Teuku Mohammad Hasan. Melalui perbincangan panjang akhirnya para tokoh Islam setuju untuk menghapus tujuh kata tersebut dan diganti dengan "Ketuhanan Yang Maha Esa".

Kedua, terjadi perubahan pada UUD 1945 pasal 6 ayat 1 yang semula berbunyi “Presiden adalah orang Indonesia asli dan beragama Islam” menjadi “Presiden adalah orang Indonesia asli”.

Ketiga, perubahan selanjutnya pada pasal 29 ayat 1 yang awalnya berbunyi “Negara berdasarkan atas Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah jadi “Negara yang berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa.”

Keempat, saat itu banyak tokoh Islam yang merasa kecewa karena naskah yang perundingannya memakan waktu cukup lama yaitu 21 hari, tapi kemudian diubah cuma dalam beberapa menit aja.

Salah satu tokoh Masyumi M. Isa Anshari dalam sidang Konstituante 1957, mengungkapkan kekecewaannya pada Soekarno yang dinilai inkosisten. Isa menganggap Soekarno yang gigih memperjuangkan Piagam Jakarta, tapi kemudian malah mempelopori buat mengubahnya.

Kelima, isu tentang Piagam Jakarta kembali merebak pada Januari 1959, saat Soekarno membuat wacana mengembalikan Piagam Jakarta. Dari 24 point resolusi, salah satunya menyatakan kalo Soekarno ingin Piagam Jakarta dikembalikan. 

Pada 22 April 1959 di depan konstituante, Soekarno mengemukakan gagasannya tersebut, namun karena perdebatan yang alot dan tidak kunjung menemukan kesepakatan, akhirnya Soekarno mengeluarkan dekrit yang menyatakan kembali ke UUD 1945 dan membubarkan konstituante.

Itulah bebebrapa permasalahan Piagam Jakarta yang terjadi dari awal disusunnya hingga saat Presiden Soekarno mengangkatnya kembali 14 tahun kemudian.

Setelah melalui perjalanan panjang dari tahun 1945, sampai saat ini pembukaan sifat UUD 1945 tetap mempertahankan kata Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai wujud saling hormat diantara pemeluk agama resmi di Indonesia.

*

Sumber:
Suryanata Yayat, dkk. 2023. Pendidikan Pancasila untuk SMP/MTs Kelas VII. Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Ruang Literasi dan Edukasi

Post a Comment

© Untaian Abjad. All rights reserved. Developed by Jago Desain