Berbahasa Indonesia, Sulit atau Mudah?

Berbahasa Indonesia, Sulit atau Mudah?

Pada 24 Agustus 2023, Teddy Adhitya, solois asal Indonesia, merilis album terbaru bertajuk semua, semua. Ini adalah album ketiganya. Berbeda dengan rilisan sebelumnya, kali ini Teddy menulis seluruh lagu dengan bahasa Indonesia. Dalam sesi dengar pada 23 Agustus, Teddy mengaku, “Sebelumnya, album-album berbahasa Inggris sekarang bahasa Indonesia karena akhirnya sudah percaya diri dan berani menulis bahasa Indonesia karena menulis bahasa Indonesia itu sulit banget.”

Pernyataan itu memantik ingatan saya. Beberapa teman sempat bilang bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang sulit. Dalam konteks menulis pun demikian. “Nulis pake bahasa Indonesia, tuh, susah banget, deh,” ujar seorang kawan. Benarkah demikian?

David Fettling (2018) dalam “Why no-one speaks Indonesia’s language” menyatakan bahwa salah satu faktor yang membuat bahasa Indonesia dinilai sulit adalah kesenjangan yang cukup signifikan antara ragam informal dan formal. Seseorang yang menggunakan kata baku dalam ragam informal bisa-bisa dianggap kaku.

Baca juga artikel tentang Kebahasaan Lainnya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Yuuji-Sensei (2017) lewat tulisan “Bahasa Indonesia itu Gampang atau Susah, sih?”. Menurutnya, perbedaan ragam informal dan formal ini sudah terasa sejak kita bersekolah. Pada ruang kelas bahasa Indonesia, kita seolah bertemu dengan diksi asing yang jarang sekali diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Metode pengajaran sewaktu sekolah, saya rasa, juga berpengaruh terhadap anggapan sukarnya berbahasa Indonesia. Baik saat SD, SMP, maupun SMA, saya melihat bahasa Indonesia sebagai pelajaran yang tidak jelas, pelajaran basa-basi. Ketika sudah lulus, berkuliah, bekerja, dan bertemu dengan orang-orang yang tidak satu sekolah dengan saya, mereka pun merasakan hal yang sama.

Pelajaran bahasa Indonesia di sekolah adalah materi yang mengundang kantuk. Mengapa? Karena tidak seru, tidak interaktif, dan pelik untuk dicerna!

Baca juga artikel tentang Seluk-Beluk Bahasa Indonesia lainnya.

Barangkali, kesan itulah yang teringat sampai sekarang dari kita yang menilai bahwa bahasa Indonesia itu sulit. Kita juga tidak bisa melupakan bahwa gelar Polisi Bahasa atau Grammar Nazi dapat membuat awam makin yakin atas sulitnya berbahasa Indonesia.

Saya tidak bilang bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang mudah untuk dipelajari. Bahasa kita punya banyak imbuhan dengan turunan variasinya. Beberapa diksi memuat makna ganda. Perkembangan ejaan yang belum tersosialisasikan dengan optimal membuat kita mumet tentang mengubah dan merubah.

Namun, rasanya kita perlu ingat juga bahwa bentuk verba kita tidak bergantung pada subjek, seperti bahasa Inggris, Spanyol, atau Jerman. Dalam bahasa Inggris, misalnya, terdapat bentuk eat dan eats. Sementara itu, dalam bahasa kita, ya, hanya ada makan. Pendek atau panjang pelafalan sebuah kata juga tidak mengubah makna, seperti yang kita temukan dalam bahasa Arab. Terlebih, kata dalam bahasa Indonesia tidak memiliki gender.

Jadi, buat saya, sulit atau tidaknya bahasa Indonesia tidak bisa dipukul rata untuk semua orang.


Rujukan:
Amelia, Emma. 2021. “Terasing di Menara Gading: Susahnya Mahasiswa Menulis dalam Bahasa Indonesia”. Omong-Omong. Diakses pada 27 Agustus 2023.
Berindra, Maria Susy. 2023. “Kata Sederhana dari Teddy Adhitya”. Kompas.id. Diakses pada 27 Agustus 2023.
Fettling, David. 2018. “Why no-one speaks Indonesia’s language”. BBC. Diakses pada 27 Agustus 2023.
Hasan, Nita Handayani. 2018. “Mengapa Bahasa Indonesia Dianggap Sulit?”. Kantor Bahasa Provinsi Maluku. Diakses pada 27 Agustus 2023.
Yuuji-Sensei. 2017. “Bahasa Indonesia itu Gampang atau Susah, sih?”. Zenius. Diakses pada 27 Agustus 2023.

Penulis: Yudhistira | Penyunting: Ivan Lanin

Ruang Literasi dan Edukasi

Post a Comment

© Untaian Abjad. All rights reserved. Developed by Jago Desain