Candi Selogriyo Sajikan Keasrian yang Merindukan
![]() |
image : kabarMG |
Semilir angin berhembus memberikan hawa sejuk diantara keindahan panorama alam perbukitan di lereng timur kaki Gunung Sumbing. Suasana di wilayah terpencil, Dusun Campurrejo, Desa Kembangkuning, Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang bediri megah arsitektur kuno berusia ratusan tahun berupa candi, yaitu Candi Selogriyo.
Konon, candi ini merupakan
peninggalan masa kejayaan Hindu abad ke-8 Masehi pada Wangsa Sanjaya.
Candi Selogriyo yang merupakan
peninggalan purbakala ini diperkirakan dibangun pada masa kerajaan Mataram
Hindu.
Arsitektur Indonesia Klasik
berlatar belakang agama Hindu ini menghadap ke arah timur. Di empat sisi
dinding bangunan candi terdapat lima relung tempat arca-arca perwujudan dewa.
Arca-arca tersebut adalah Durga Mahisasuramardini (dinding utara), Ganesha
(dinding barat), Agastya (dinding selatan), sertaNandiswara dan Mahakala
(dinding timur).
Salah satu keistimewaan
candi tanpa perwara ini adalah kemuncaknya yang berbentuk buah keben. Kemuncak
tersebut disebut amalaka.
Menariknya, lokasi candi
hanya bisa ditempuh melalui jalan setapak dari pemukiman warga terdekat. Bahkan
akses satu-satunya itu hanya dengan kontur tanah berbatu sepanjang sekira dua
kilometer. Hal ini tentu cocok bagi yang suka petualang menjelajah alam sambil
menikmati suasana pedesaan.
Tak kalah unik, candi ini
juga menyimpan mata air yang berbentuk seperti pancuran. Jaraknya tak lebih
dari sepuluh meter dari candi. Air pancuran tersebut, oleh warga setempat,
dipercaya dapat mengobati berbagai macam penyakit dan memberi awet muda.
Menurut sesepuh warga
setempat, Kusno, Candi Selogriyo merupakan tempat ibadah dan pemujaan para
pendeta Hindu atau tempat raja menyepi. Candi ini dikatakan Kusno
merepresentasikan nilai-nilai yang berkembang dalam agama Hindu. Di antaranya
adalah keyakinan bahwa para dewa bersemayam di tempat-tempat yang tinggi.
“Sementara air menjadi
lambang dari kesuburan dan kesucian,” katanya, belum lama ini.
Menurut Kusno, di dalam
candi dulunya terdapat lingga-yoni sebagai simbol Shiwa Mahadewa. Namun kini
sudah lenyap tak berbekas. Bentuk lingga yoni ini pun juga tampak pada puncak
candi yang menjadi ciri bahwa candi ini berusia kuno dan dibangun sezaman
dengan candi di dataran tinggi Dieng.
Pada bulan Desember 1998,
candi ini hancur karena bukit tempat bangunan berdiri mengalami kelongsoran.
Proses rekonstruksi ulang selesai dilakukan pada tahun 2005.
Akses menuju lokasi candi dari pemukiman penduduk hanya berupa jalan setapak dengan kontur tanah berbatu sepanjang sekitar 2 kilometer. Hal ini tentu cocok bagi yang suka hiking menjelajah alam sambil menikmati suasana pedesaan nan asri . Di candi ini terdapat mata air berbentuk
PrasKecut
1 comment