Sejarah Munculnya Elite Nasional

Sejarah munculnya elite nasional. Keahlian seseorang dalam suatu ilmu mendesak keturunan sebagai ukuran bagi penentuan satus seseorang.

Dalam masyarakat umum dikenal adanya beberapa lapisan berdasarkan status sosialnya, yaitu lapisan bawah, menengah, dan atas. Lapisan bawah ialah yang umum disebut sebagai rakyat jelata, sedangkan lapisan menengah ialah para pedagang, petani-petani kaya, dan pegawai.

Lapisan atasi atau biasa disebut elite ialah orang-orang yang sangat dihormati di dalam masyarakat tertentu. Biasanya mereka adalah keturunan bangsawan atau kerabat raja yang memerintah daerah tersebut. Kedudukan ini bersifat turun-temurun dan karena itu dikatakan tidak pernah berubah sampai akhir abad 19.

Kadangkala juga pemuka-pemuka agama, sebagai pemimpin rohani, seperti ulama-ulama dan kyai yang sangat berpengaruh di dalam masyarakat termasuk juga ke dalam lapisan atas.

Baca juga ragam artikel SEJARAH biar tidak melupakan Jas Merah. 

Mereka dengan perguruannya, pesantren atau surau, sangat berpengaruh di dalam masyarkaat daerahnya. Seringkali pengaruh mereka bahkan melebihi pengaruh raja atau golongan bangsawan. Hanya saja pengaruh mereka biasanya tidak bisa turun-temurun.

Sebelum abad 20, di mana nasionalisme Indonesia belum berkembang mantap, elite yang terdapat di dalam masyarakat Indonesia masih bersifat kedaerahan. Mereka hanya terpandang dan dihormati terbatas dalam lingkungan daerah masing-masing. 

Kekuasaan pemerintah kolonial Belanda yang telah menguasai daerah-daerah di Indonesia ternyata tidak mengubah kedudukan golongan elite tersebut. Hal ini disebabkanoleh tenaga dan kekuasaan mereka tetap dipertahankan oleh pemerintah kolonial untuk membantu kelancaran administrasi pemerintah kolonial.

Tercakup dalam kebijakan ini ialah usaha untuk menghemat biaya pemerintahan, did samping murahnya tenaga bangsa Indonesia.

Baca juga Perubahan Struktur Sosial-Ekonomis pada Bagian Pertama Abad 20

Politik etis yang dijalankan di Indonesia pada akhir abad 19 mulai berubah keadaan yang tradisional tersebut. Perluasan pengajaran dan pengaruh penerobosan ekonomi-uang telah memungkinkan terjadinya pergeseran-pergeseran dan perubahan status sosial seseorang.

Kota-kota besar yang menjadi pusat pengajaran/pendidikan, perdagangan, dan industri merupakan tempat bertemunya pelajar-pelajar dan pemuda-pemuda dari berbagai daerah yang berbeda-beda adat istiadat dan kedudukan sosial mereka.

Ilmu yang sama-sama mereka terima dari bangku sekolah memberikan kepada mereka suatu keseragaman berpikir mengenai sesuatu. hal ini memudahkan pendekatan-pendekatan sesama mereka. Khususnya dalam diskusi-diskusi yang dilakukan. 

Baca juga beragam artikel Sudut Pandang dari berbagai tokoh berpengaruh, akademisi, dan para pemikir atau ahli

Semua aspek yang terjadi di dalam masyarakat mereka bicarakan dan perbandingkan antara satu daerah dengan daerah lainnya sehingga diperoleh suatu kesimpulan bersama.

Umpamanya diskuri-diskusi awal yang dilakukan oleh pelajar-pelajar STOVIA dan kemudian anggota Boedi Oetomo, mengambil kesimpulan bahwa tanpa perluasan pengajaran kemajuan bangsa Indonesia akna lambat sekali. 

Hal yang sama juga dilakukan oleh Sarekat Islamdalam bidang ekonomi, bahwa tanpa meningkatkan persatuan dan kerja sama antara semua pedagang pribumi, maka kekuasaan kapitalis asing (Cina dan Barat) akan sulit diatasi.

Baca juga artikel serupa di SINAU KEWARGANEGARAAN

Dalam bidang poliitik dapat dilihat tekad organisasi-organisasi daerah dan partai-partai politik untuk persatuan dan kesatuan bangsa. Jadi kelihatan secara lambat-laun bahwa jangkauan pemikiran mereka sudah keluar dari batas daerah masing-masing. 

Waktu itu muncullah beberapa tokoh pemimpin nasionalis yang berpengaruh di kalangan rakyat, seperti dr. Sutomo, HOS. Tjokroaminoto, dr. Tjipto Mangunkusumo, H. Ahus Salim dan Abudl Moeis pada masa-masa awal Pergerakan Nasional; Ir. Sukarno, Drs. Moh. hatta, Sutan Sjahrir, Mr. Muh. yamin, dan sebagainya pada waktu berikutnya.

Dalam menumbuhkan elite nasional ini pengaruh sistem Pendidikan Barat, terutama di perguruan tinggi, sangat menonjol. Dengan ilmu, mereka mencari ide dan pemikiran sendiri untuk kemajuan masyarakat.

Baca juga Politik Kolonial Sampai Akhir Hindia Belanda

Keahlian seseorang dalam suatu ilmu mendesak keturunan sebagai ukuran bagi penentuan satus seseorang. Kaum terpelajar yang tumbuh menjadi elite nasional sadar bahwa belenggu tradisionil yang mengikat daerah-daerah dan juga diskriminasi rasial yang dijalankan pemerintah kolonial sangat menghambat bagi cita-cita nasionalisme Indonesia, yaitu menggalang persatuan nasional dan mencapai kemerdekaan nasional.

Baca juga CERPEN dan PUISI untuk menghibur dan memotivasi jiwa dan pikiranmu setelah seharian lelah beraktivitas, bekerja, atau belajar.

*Disarikan dari buku Sejarah Nasional Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1981

Ruang Literasi dan Edukasi

Post a Comment

© Untaian Abjad. All rights reserved. Developed by Jago Desain