Perubahan Struktur Sosial-Ekonomis pada Bagian Pertama Abad 20

Di kota pengaruh ekonomi-uang jauh lebih terasa daripada di desa. Sebaliknya tradisi gotong royong tetap kuat di desa.

Apabila dilihat dari kepadatan penduduk, Indonesia dibagi atas tiga kelompok.

  1. Kelompok berpenduduk padat: Jawa, Bali, Sumatra Barat, dan Sulawesi Selatan.
  2. Kelompok berpenduduk sedang: hampir seluruh Sumatra, Kalimantan, Sulawesi bagian Tengah dan Utara, dan Nusa Tenggara.
  3. Kelompok berpenduduk rendah: Maluku dan Irian Jaya.

Baca juga ragam artikel SEJARAH biar tidak melupakan Jas Merah.

Pada kelompok pertama ada beberapa hal yang menyebabkannya, yaitu:

  1. Pengaruh iklim yang lebih baik dimana musim kemarau dan hujan terartur.
  2. Daerah pegunungan dengan tanahnya yang subur.
  3. Penduduknya memiliki teknologi pertanian yang lebih tinggi. Sawah-sawah dengan sistem pengairan yang cukup.
  4. Faktor-faktor sosial-ekonomis lainnya yang lebih baik, seperti keamanan, kesehatan lalu lintas yang lancar, dan perindahan penduduk.

Baca juga beragam artikel Sudut Pandang dari berbagai tokoh berpengaruh, akademisi, dan para pemikir atau ahli

Pada dua kelompok lainnya tantangan alam masih sangat kuat untuk dapat ditundukkan oleh manusia, seperti:

  1. Hutan brlantara tropis yang sulit untuk diolah (Kalimantan, Irian Jaya dan bagian Timur Sumatra). Karena itu teknologi pertaniannya juga tidak tinggi. Biasanya dengan sistem ladang yang berpindah-pindah.
  2. Daerah terpencil, seperti pulau-pulau di Maluku dan Nusa Tenggara.
  3. Di samping itu juga ada kebiasaan dan adat istiadat penduduk, seperti perang antarsuku di Irian Jaya menyebabkan kematian cukup tinggi.

Baca juga artikel serupa di SINAU KEWARGANEGARAAN

Faktor-faktor tersebut menyebabkan pertumbuhan penduduk untuk setiap daerah juga berbeda-beda. Pada kelompok yang berpenduduk padat dan sedang terhambatnya laju pertumbuhan penduduk biasanya karena wabah penyakit menular.

Dalam sensus penduduk 1930 diketahui penduduk Indonesia berjumlah kira-kira 60,7 juta jiwa. Menjelang Perang Dunia II diperkirakan 70 juta jiwa.

Umumnya arakyat Indonesia adalah petani karena masyarakatnya juga mempunyai ciri-ciri masyarakat tani. Tingkat kehidupan mereka tergantung pada tanah yang dimilikinya dan pengolahannya. 

Bertambahnya penduduk menyebabkan luas daerah pertanian yang dimiliki setiap orang bertambah kecil, sebab selalu dibagi pada setiap keturunan.

Baca juga Politik Kolonial Sampai Akhir Hindia Belanda

Pada akhir abad 19 penerobosan ekonomi Barat telah masuk sampai ke desa-desa. Munculnya perkebunan-perkebunan besar menyebabkan tanah pertanian dan irigasi diperluas. Juga diadakan peningkatan cara-cara pertanian.

Sebaliknya juga banyak tanah pertanian rakyat, yaitu sawah dan tegalan dibeli atau disewa perusahaan. Akibatnya, petani pemilik sawah yang sudah kecil itu makin sedikit. Lama-kelamaan jumlah petani penyewa dan yang tidak punya lahan bertambah banyak.

Tidak jarang mereka hanya memiliki tanah untuk perumahan saja. Mereka terpaksa hidup dan bekerja di perkebunan dan perusahaan industri dengan upah yang rendah.

Baca juga Politik Etis: Politik Kolonial pada Peralihan Abad 19-20

Dalam perkembangan selanjutnya, di dalam masyarakat mulai tumbuh suatu golongan baru, yakni golongan karyawan (buruh) yang hidupnya tergantung dari upah yang mereka terima. biasanya dalam bentuk uang. 

Dengan demikian bentuk ekonomi uang mulai dikenal di desa-desa. Jumlah mereka tiap tahun bertambah. pada 1905 di Jawa ada 5,3% dari jumlah penduduk dan pada 1926 menjadi 37,7%.

Dikarenakan belum bisa menggunakan uang, penghamburan sering terjadi, sepertis eringnya diadakan upacara selamatan. Tidak jarang untuk itu mereka melakukan utang. Untuk membayarnya, mereka menjual tanah yang dimiliki.

Keadaan ini menimbulkan munculnya tuan-tuan tanah baru. Akibatnya kehidupan mereka makin tergantung kepada perusahaan di mana mereka bekerja. Di sinilah terjadi praktek-praktek yang sangat merugikan mereka.

Baca juga CERPEN dan PUISI untuk menghibur dan memotivasi jiwa dan pikiranmu setelah seharian lelah beraktivitas, bekerja, atau belajar.

Bertambahnya penduduk, menciutnya tanah yang dimiliki, dikenalnya ekonomi-uang telah membawa pengaruh pada struktur (susunan) masyarakat. Juga tingkat kemakmuran mereka berubah. Dengan demikian juga corak pergaulan masyarakat. Kelihatan perbedaan antara yang miskin dengan si kaya besar sekali.

Karena perkembangan ekonomi dan sosial, terjadi pelebaran lapangan kerja. Jumlah dan jenis pekerjaan bertmbah banyak, terutama di kota-kota. Orang tidak hanya dapat bekerja sebagai petani atau karyawan perkebunan saja tetapi juga pekerjaan lain. Seperti karyawan perusahaan industri, kantor-kantor dagang, pengangkutan kereta api dan bis, serta macam-macam tukang yang menjadi kebutuhan masyarakat.

Hal ini berarti pengaruh ekonomi-uang makin kuat. Sebab siapa saja yang giat berusaha dan punya rezeki, status sosial baru bisa didapatkan. Perubahan ini ditambah dengan meluasnya pengajaran, juga dapat menimbulkan pertentangan-pertentangan di dalam masyarakat. Terutama dengan golongan yang kuat mempertahankan tradisi. Perkembangan keadaan tersebut menyebabkan terjadinya dinamisasi di dalam masyarakat.

Baca juga Cerpen Guru Honorer Karya Muhammad Abdul Hadi

Meluasnya lapangan kerja dan bertambahnya penduduk mendorong juga terjadinya transmigrasi, yakni perpindahan penduduk dari daerah padat ke daerah kurang padat. Perpindahan ini terutama karena dorongan ekonomi. Misalnya dari daerah padat dan minus di Jawa ke daerah perkebunan di Sumatra. 

Kebanyakan transmigrasi jenis ini dalam pelaksanaannya dibantu oleh pemeriintah. Di beberapa daerah Sumatra, yakni Minangkabau dan Tapanuli juga terdapat suatu bentuk transmigrasi. Namun, penyebabnya bukan karena faktor ekonomi, melainkan faktor tradisi, politik, dan sosial. Timbul secara spontan dan tidak dibantu oleh pemerintah.

Di samping transmigrasi, juga terjadi urbanisasi. Artinya perpindahan penduduk dari desa ke kota. Terdapatnya banyak lapangan kerja dan terbukanya banyak kemungkinan bagi seseorang di kota menyebabkan urbanisasi berkembang pesat.

Kota-kota tumbuh dengan corak sosial-ekonomi baru yang jauh berbeda dengan di daerah atau di desa. Di kota pengaruh ekonomi-uang jauh lebih terasa daripada di desa. Sebaliknya tradisi gotong royong tetap kuat di desa.

Baca juga Menyusu Ibu Karya Dian Supangat

*Disarikan dari buku Sejarah Nasional Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1981

Ruang Literasi dan Edukasi

Post a Comment

© Untaian Abjad. All rights reserved. Developed by Jago Desain