Strategi Perlawanan Bangsa Indonesia Menghadapi Tirani Jepang
Apakah kalian tahu apa yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang tidak mau
bekerja sama? Selama masa penjajahan Jepang, ada banyak hal yang dilakukan oleh
kelompok ini, mulai dari membangun jejaring, menyebarkan propaganda anti
Jepang, melakukan sabotase, meledakkan jalur kereta api, dan sebagainya
(Pranoto, 2000).
Ada pula kelompok-kelompok yang melakukan perlawanan terbuka kepada Jepang.
Berikut ini beberapa perlawanan bangsa Indonesia terahadap tirani Jepang di
beberapa daerah.
Perlawanan di Aceh
Perlawanan terbuka yang dilatarbelakangi oleh alasan agama untuk pertama kalinya terjadi di Aceh. Hanya delapan bulan setelah beberapa tokoh setempat membantu kemudahan bagi Jepang masuk ke daerah mereka.
Perlawanan itu terjadi di Cot Plieng, Bayu, dekat Lhokseumawe dipimpin oleh
seorang ulama muda Tengku Abdul Djalil. Ulama yang memimpin madrasah ini
menyamakan Jepang dengan setan-setan yang merusak ajaran Islam.
Baca juga kumpulan Materi Sejarah Kelas XI
Ia juga menentang kewajiban melaksanakan seikeirei yang dianggapnya
mengubah kiblat ke matahari. Pada 10 November 1942 pasukan Jepang dikerahkan
dari Bireun, Lhok Sukon, Lhokseumawe, ke Cot Plieng.
Pasukan yang dilengkapi dengan senapan, mesin berat, mortar, dan jenis
senjata api lainnya itu dihadapi oleh murid-murid Abdul Djalil yang pada
umumnya menggunakan senjata tradisional.
Bersama dengan sebagian muridnya, Abdul Djalil menyingkir ke Blang Kampong
Teungah. Tempat ini pun diserbu Jepang pada 13 November 1942. Teungku Abdul
Djalil dan 19 orang pengikutnya tewas, sedangkan 5 orang lainnya tertankap.
Baca juga ragam artikel SEJARAH biar engkau menjaga pesan Soekarno "Jas Merah"
Perlawanan PETA di Blitar
Pada 14 Februari 1945, Kota Blitar dikejutkan dengan kejadian yang
menghebohkan. Sepasukan prajurit PETA (Pembela Tanah Air) pimpinan Shodanco
Supriyadi, Shodanco Muradi dan Shodanco Sunanto melakukan perlawanan terhadap
militer Jepang.
Selain perilaku diskriminasi dari prajurit-prajurit Jepang, pemberontakan
tersebut dipicu juga oleh kemarahan para anggota PETA terhadap pihak militer
Jepang yang kerap membuat penderitaan terhadap rakyat.
Kendati gagal, namun tidak dapat dipungkiri jika pemberontakan tersebut
sempat membuat penguasa militer Jepang ketar-ketir. Itu terbukti saat mereka
melakukan penumpasan, seluruh kekuatan militer Jepang di Blitar dikerahkan,
bahkan juga melibatkan unsur-unsur kavaleri dan infanteri dari wilayah lain.
Baca juga: Petani dan Puing-Puing Langgar
Ketika pemberontakan itu gagal maka pihak Jepang menghukum sekeras-kerasnya
para pelaku. Dari 421 anggota PETA Blitar yang terlibat 78 di antaranya
langsung dihukum berat. Termasuk Muradi dan Sunato yang dijatuhi hukuman mati
pada 16 April 1945.
Supriyadi sendiri hingga kini masih tak jelas rimbanya. Beberapa kalangan
meyakini bahwa sesungguhnya begitu pemberontakan berhasil dipadamkan, Supriyadi
langsung ditangkap dan dihukum mati di suatu tempat yang dirahasiakan.
Perlawanan di Kalimantan Barat
Perlakuan kasar serdadu Jepang terhadap penduduk, seperti menjatuhkan
hukuman jemur sampai pingsan terhadap orang yang hanya melakukan kesalahan
kecil, merupakan sebab terjadinya perlawanan di Kalimantan Barat.
Kekejaman Jepang semakin meningkat setelah Sekutu sejak permulaan 1943
melancarkan serangan terhadap kedudukan mereka. Orang-orang yang dicurigai
ditangkap, bahkan dihukum pancung di muka umum.
Baca juga: Cipung
Pada 16 Oktober 1943, kurang lebih 70 orang mengadakan pertemuan di gedung
bioskop Merdeka Sepakat di Pontianak. Mereka merencanakan mengadakan perlawanan
pada tanggal 8 Desember 1943.
Rencana ini diketahui oleh Jepang berkat laporan mata-mata mereka. Seminggu
setelah pertemuan di bioskop Merdeka Sepakat itu, Jepang melakukan penangkapan
besarbesaran. Mereka yang ditangkap kemudian dibunuh, termasuk Sultan
Pontianak, Sjarif Muhammad Ibrahim Sjafiuddin.
Di antara mereka ada yang dipancung. Orang-orang yang dibunuh itu
dikuburkan di Mandor, dekat Pontianak.
Baca juga ragam artikel KEBAHASAAN biar diksimu makin banyak dan kemampuan bahasamu makin jago.
Berdasarkan berbagai bacaan dan aktivitas di atas, kalian tentu sudah
mengetahui bahwa perlawanan terbuka ternyata dapat dengan mudah ditindas oleh
Jepang.
Sementara itu, strategi kerja sama ternyata juga memberikan manfaat bagi
perjuangan bangsa Indonesia.
*Disarikan dari sumber-sumber literatur yang kredibel.
Post a Comment