Sebuah Kisah tentang Malik bin Dinar

Sebuah Kisah tentang Malik bin Dinar

Halooo para penguntai abjad. Bagaimana kabarnya?

Semoga selalu dalam keadaan sehat, bahagia, dan selalu diberi anugerah berpikir positif. 
Teruntuk kali ini, mimin akan membahas sedikit kisah-kisah dari Malik bin Dinar. Semoga  bermanfaat dan kita semua bisa menangkap hikmah dari kisah-kisah kehidupan sosok besar, Malik bin Dinar. Selamat menikmati kisah Malik bin Dinar.

Malik bin Dinar al-Sami' merupakan putrera seorang budak bangsa Persia dari Sijistan (Kabul) dan menjadi murid Hasan Al Bashri Beliau merupakan ahli hadis shahih dan merawaikan hadis dari tokoh-tokoh kepercayaan di masa lampau seperti Anas bin Malik dan Ibnu Sirin. Malik bin Dinar dikenal luas sebagai seorang yang membuat Kaligrafi Al-Qur'an yang berpulang sekitar 130H/758M.

Muasal Nama

Ketika beliau dilahirkan, ayahnya merupakan seorang budak namun Malik adalah seorang yang merdeka. Orang-orang mengisahkan bahwa pada suatu ketika Malik bin Dinar menumpang sebuah perahu. Ketika berada di tengah lautan, awak-awak dari perahu tersebut meminta sebuah ongkos kepadanya.

"Bayarlah ongkos perjalananmu," ucap awak kapal.
"Aku tak mempunyai uang," jawab Malik.

Awak-awak perahu pun akhirnya memukulinya sampai pingsan. Ketika sudah mulai siuman, mereka meminta lagi dengan nada yang lebih terasa "Bayarlah ongkos perjalananmu!"

"Aku tidak mempunyai uang," jawab Malik untuk kedua kalinya.

Mereka pun kembali memukulinya sampai pingsan. Ketika Malik kembali siuman mereka pun mendesak dengan lebih keras, "Bayar ongkos perjalananmu!"

Malik menjawab dengan jawaban yang sama, "Aku tidak mempunyai uang,"
"Marilah kita pegang kedua kakinya dan kita lemparkan dia ke laut," seru para pelaut.

Pada wakt itu pula ikan-ikan di laut mendongakkan kepala mereka ke permukaan, masing-masing membawa dua keping dinar emas di mulutnya. Malik menjulurkan tangan lalu mengambil dua dinar dari mulut seekor ikan dan diberikannya kepada awak kapal. Melihat kejadian tersebut para awak kapal pun langsung berlutut. 

Kisah tersebutlah yang menjadikan dirinya dikenal dengan nama Malik bin Dinar.

Pertaubatan

Malik merupakan lelaki yang sangat tampan, gemar bersenang-senang, dan memiliki harta kekayaan yang berlimpah ruah. Malik tinggal di Damaskus dimana golongan Mu'amiyah telah membangun sebuah masjid yang besar dan mewah. Malik ingin sekali diangkat sebagai pengurus masjid tersebut.

Malik pun memutuskan untuk pergi ke masjid tersebut. Di sudut ruangan masjid, ia membentangkan sajadahnya dan selama setahun ia di sana terus menerus dengan harapan setiap orang akan melihatnya sedang beribadah.

"Alangkah munafiknya engkau ini," ucapnya kepada dirinya sendiri.

Setahun pun telah berlalu. kala hari telah malam, ia keluar dari masjid itu dan pergi bersenang-senang. Pada suatu malam saat teman-temannya telah tidur dan ketika dirinya sedang menikmati musik tetiba dari kecapi yang sedang dimainkannya terdengar sebuah suara, "Malik, mengapa engkau belum juga bertaubat?" Malik pun sesegera melemparkan kecapinya kala mendengar suara itu. Ia bergegas ke masjid.

Malik berkata kepada dirinya sendiri, "Selama setahun penuh aku telah menyembah Allah secara munafik. Bukankah akan lebih baik jika aku menyembah Allah dengan sepenuh hati? Aku malu. APakah yang harus kulakukan? Seandainya orang-orang hendak mengangkatku sebagai pengurus masjid, aku tidak akan mau menerimanya."

Kata-kata itu diucapkan dengan khusuk dan pada malam itulah pertama kalinya salat dengan sepenuh keikhlasannya. Keesokan harinya, keadaan di lingkungannya seperti biasa, orang-orang berkumpul di depan masjid. Salah satu dari mereka berseru, "Hai, lihatlah dinding masjid telah retak-retak. Kita harus mengangkat seorang pengawas untuk memperbaiki masjid ini."

Orang-orang yang berkumpul itu pun serempak bersepakat bahwa yang paling tepat menjadi pengawas masjid itu adalah Malik. Lalu mereka bersama-sama mendatangi Malik yang sedang salat. Mereka pun sabar menunggu malik selesai dari salatnya.

"Kami datang untuk memintamu agar sudi menerima pengangkatan kami ini," tutur warga.

"Ya Allah," seru Malik, "Setahun penuh aku menyembah-Mu secara munafik dan tak seorang pun yang memandang diriku. Kini setelah diberikan jiwaku kepada-Mu dan bertekad bahwa aku tidak menginginkan pengangkatan atas diriku, Engkau menyuruh dua puluh orang menghadapku untuk mengalungkan tugas tersebut ke leherku. Demi kebesaran-Mu, aku tidak menginginkan pangkat atas diriku ini."

Malik berlari meninggalkan masjid itu, kemudian menyibukkan diri beribadah kepada Allah dan menjalani  hidup prihatin serta penuh kedisiplinan. Ia menjadi seorang yang terhormat dan saleh. Ketika seorang hartawan kota Basrah meninggal dunia dan ia meninggalkan seorang puteri cantik. Si puteri mendatangi Tsabit al-Bunani untuk memohon pertolongan, tuturnya, "Aku ingin menjadi istri Malik. Sehingga ia dapat menolongku di dalam mematuhi perintah-perintah Allah." 

Keinginan si putri tersebut pun disampaikan Tsabit kepada Malik. Namun, jawaban dari Malik sangat berbeda dari jawaban-jawaban ada umumnya.

"Aku telah menjatuhkan talak kepada dunia. Wanita itu adalah milik dunia yang telah kutalak, karena itu aku tidak dapat menikahinya."

Malik dan Pantangan-Pantangan Hidupnya

Bertahun-tahun bibir malik tidak sedikit pun terlewati makanan yang manis dan asam. Setiap malam ia pergi ke tukang roti dan membeli dua potong roti untuk membuka puasanya. Terkadang roti yang dibelinya masih terasa hangat dan hal itu menjadi penghibur hatinya karena dirasa merangsang selera.

Pada suatu hari, Malik jatuh sakit. Ia pun sangat ingin memakan daging. Selama sepuluh hari lamanya, keinginan tersebut berkelindan. Ketika dirinya merasa tak bisa bertahan lebih lama lagi, maka pergilah ia ke toko makanan untuk membeli dua tiga potong kaki domba dan menyembunyikannya di lengan bajunya.

Pemilik toko tersebut menyuruh pelayannya membuntuti Malik untuk menyelidiki apa yang hendak dilakukannya. Tidak berapa lama kemudian si pelayan kembali dengan air mata berlinang. 

"Ia pergi ke sebuah tempat yang sepi, lalu dikeluarkannya kaki-kaki domba tersebut. Malik menciumnya dan berkata kepada dirinya sendiri; 'lebih dari pada ini bukanlah hakmu.' Kemudian diberikannya roti dan kaki-kaki domba tersebut kepada seorang pengemis" tutur si pelayan kepada si pemilik toko.

Lanjutnya, "Kemudia ia berkata pula kepada dirinya sendiri, 'wahai jasmani yang lemah, jangan kau sangka bahwa aku menyakitimu karena benci kepadamu. Hal ini kulakukan agar pada hari berbangkit nanti, engkau tidak dibakar di dalam api neraka. Bersabarlah, beberapa hari lagi, karena pada saat itu godaan ini mungkin telah berhenti dan engkau akan mendapatkan kebahagiaan yang abadi."

Pada suatu ketika, Malik pernah berkata, "Aku tidak pernah mengerti apakah maksudnya ucapan: bila seseorang tidak memakan daging selama empat puluh hari maka kecerdasan akalnya akan berkurang! aku sendiri tidak pernah makan daging selama dua puluh tahun, tetapi kian lama kecerdasan akalku makin bertambah juga."

Selama empat puluh tahun Malik tinggal di kota Basrah dirinya tidak pernah sedikitpun memakan buah kurma yang segar. Apabila musim kurma tiba, ia berkata, "Wahai penduduk kota Basrah, saksikanlah betapa perutku tidak menjadi kempis karena tidak memakan buah kurma dan betapa perut kalian tidak menjadi gembung karena setiap hari memakan buah kurma."

Namun, setelah empat puluh tahun lamanya pula, batin Malik diserang kegelisahan. Betapa pun usahanya namun keinginannya memakan buah kurma segar tidak dapat ditindasnya lagi. Akhirnya setelah beberapa hari berlalu, keinginan tersebut menjadi-jadi walaupun tak pernah dikabulkannya. Malik pun akhirnya tak berdaya untuk menolak desakan nafsu itu.

"Aku tidak mau memakan buah kurma," ia menyangkal keinginannya sendiri. "Lebih baik aku dibunuh atau mati."

Malam itu terdengar suara yang berkata, "Engkau harus memakan buah kurma. Bebaskan jasmanimu dari kungkungan."

Suara tersebut membuat jasmanisa serasa memperoleh kesempatan itu.  Jasmaninya menjerit-jerit.

"Jika engkau menginginkan buah kurma," bentak Malik kepada dirinya sendiri. Lanjutnya, "Berpuasalah, terus-menerus selama satu minggu dan salatlah sepanjang malam. Setelah itu barulah kuberikan buah kurma kepadamu."

Ucapannya tersebut membuat jasmaninya senang. Seminggu penuh pun ia salah sepanjang malam dan berpuasa setiap hari. Setelah itu ia pergi ke pasar, membeli beberapa buah kurma, kemudian pergi ke masjid untuk memakan buah kurma tersebut. Namun, dari lonteng sebuah rumah, seorang bocah berseru, "Ayah! Seorang yYahudi membei kurma dan hendak memakannya di dalam masjid."

"Apa pula yang hendak dilakukan seorang Yahudi itu di dalam masjid?" gerutu si ayah lalu ia bergegas untuk melihat siapakah Yahudi yang dimaksud anaknya itu.  Sesampainya di masjid dan begitu melihat Malik, ia lantas berlutut.

"Apakah artinya kata-kata yang diucapkan anak itu?" tanya Malik.

"Maafkanlah ia guru. Ia masih anak-anak dan tidak mengerti. Di sekitar ini banyak orang-orang Yahudi, Kamis selalu berpuasa dan anak-anak kami menyaksikan beberapa orang-orang Yahudi makan di siang hari. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa setiap orang yang makan di siang hari adalah seorang Yahudi. Apa-apa yang telah diucapkannya adalah karena kebodohannya. Maafkanlah dia, guru." tutur si Ayah memohon kepada Malik.

Mendengar penjelasan tersebut, Malik sangat menyesal. Ia menyadari bahwa anak itu telah didorong oleh Allah untuk mengucapkan kata-kata itu.

"Ya Allah," seru Malik, lanjutnya, "Sebuah kurma pun belum sempat aku makan dan Engkau menyebutku Yahudi melalui lidah seorang anak yang tak berdosa. Seandainya kurma-kurma ini sempat termakan olehku niscaya Engkau akan menyatakan diriku sebagai seorang kafir. Demi kebesaran-Mu aku bersumpah tidak akan memakan buah kurma selama-lamanya."

Ruang Literasi dan Edukasi

Post a Comment

© Untaian Abjad. All rights reserved. Developed by Jago Desain