Leonard Bloomfield: Makna adalah Situasi
Leonard Bloomfield, seorang linguis Amerika Serikat,
merupakan salah satu tokoh yang turut menggaungkan pengaruh linguistik
struktural pada 1930–1950-an. Pada era itu, para linguis di Amerika menghadapi
masalah yang sama, yakni banyaknya bahasa Indian yang belum diteliti.
Pendekatan secara historis komparatif dinilai tidak begitu efektif sebab
sejarah mengenai bahasa Indian sulit untuk didapatkan.
Bloomfield bersama linguis-linguis lainnya lantas mencoba
menerapkan pendekatan yang berbeda, yaitu linguistik deskriptif. Passos dan
Matos (2007) menegaskan, “Leonard Bloomfield (1887–1949) was a major influence
in the shift of linguistics from the historical and comparative study of
languages prevalent during the 19th century to the description of the structure
of languages in the 20th century.”
Bloomfield berpendapat bahwa pengkajian bahasa harus
dilakukan secara ilmiah. Hal ini tidak terpisahkan dari aliran filsafat yang
tengah merebak semasa dia hidup, yaitu filsafat behaviorisme. Bahasa, dalam
pandangan Bloomfield, harus dikaji berdasarkan fakta-fakta objektif dan
data-data empiris. Apa-apa yang bersifat spekulatif mesti dikesampingkan.
Baca juga artikel tentang Kebahasaan Lainnya.
Sebelumnya, pada tulisan “John Firth: Aliran Prosodi dan Linguistik Britania”,
saya menulis bahwa Leonard Bloomfield sering kali tidak memedulikan makna dalam
kerja-kerja linguistiknya. Chaer (2007) juga menjelaskan bahwa Bloomfield dan
linguis strukturalisme lainnya kurang menaruh perhatian terhadap masalah makna.
Namun, Hussein (2013) dalam “Leonard Bloomfield and the Exclusion of Meaning from the Study of Language”
mengatakan bahwa Bloomfield sebetulnya tidak betul-betul mengabaikan segi
makna.
Memang, beliau lebih mengutamakan bentuk ketimbang makna.
Namun, seperti ditulis oleh Suhardi (2005), Bloomfield justru mengecam
linguis-linguis yang mengabaikan makna dalam penelitian bahasa. Menurut beliau,
makna adalah titik lemah teori linguistik karena sangat sulit untuk ditentukan.
Baca juga artikel tentang Seluk-Beluk Bahasa Indonesia lainnya.
Maka dari itu, Bloomfield menyarankan perlunya pembedaan
antara pengkajian tata bahasa dan makna. Lagi-lagi, kita perlu menggarisbawahi bahwa
pendapat itu tidak menandakan makna sebagai unsur yang nirguna dalam kacamata
Bloomfield.
Bagi Bloomfield, makna adalah situasi yang bergantung
pada hubungan antara ucapan dan peristiwa yang melatarinya. Banyak unsur
nonlinguistik yang perlu diteliti dalam penyelidikan makna. Bahkan, menariknya
lagi, pada 1933 Bloomfield sudah berpendapat bahwa ilmu pengetahuan belum bisa
sepenuhnya menguak kesahihan sebuah makna.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
de Lourdes R da F Passos, M., & Matos, M. A. 2007. “The Influence of Bloomfield’s Linguistics on Skinner”. Dalam The Behavior Analyst, Volume 30, Nomor 2, hlm. 133–151.
Hussein, Basel Al-Sheikh. 2013. “Leonard Bloomfield and the Exclusion of Meaning from the Study of Language”. Dalam Studies in Literature and Language, Volume 6, Nomor 2, hlm. 61–64.
Kushartanti, dkk. (ed). 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Penulis: Yudhistira | Penyunting: Ivan Lanin
Post a Comment