Kondisi Bangsa Indonesia Sebelum Tahun 1980
Suatu bangsa tidak akan berubah manakala bangsa tersebut
tidak mau mengubah dirinya sendiri. Bangsa Indonesia tidak mungkin menjadi
bangsa yang bebas merdeka seperti yang kalian rasakan saat ini apabila tidak
ada usaha untuk bangkit dan melepaskan
diri dari penjajahan. Kesadaran bangsa Indonesia untuk bangkit tumbuh seiring
lahirnya generasi muda terdidik dan peduli terhadap kemerdekaan Indonesia.
Penjajah Belanda dapat menguasai bangsa Indonesia dalam
waktu yang lama karena bangsa Indonesia mudah dipecah belah dan perjuangan yang
dilakukan bangsa Indonesia masih bersifat kedaerahan. Boedi Oetomo sebagai
organisasi nasional pertama meletakkan semangat kebangkitan nasional bagi
perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan.
Begitu pentingnya kita memahami dan meneruskan nilai
kebangkitan nasional tahun 1908, dalam bab ini kalian akan mempelajari dan
membangun semangat kebangkitan nasional tahun 1908. Pada gilirannya, kalian
dapat menjadi generasi penerus yang dapat menunjukkan semangat kebangkitan
nasional.
Kebangkitan Nasional adalah Masa di mana bangkitnya rasa
dan semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme serta kesadaran untuk
memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah
muncul selama penjajahan Belanda dan Jepang.
Baca juga artikel rangkuman materi PKn kelas VIII lainnya
Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu
berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober
1928). Masa ini merupakan salah satu dampak politik etis yang mulai
diperjuangkan sejak masa Multatuli.
Kondisi Bangsa Indonesia Sebelum Tahun 1980
Sebelum merdeka seperti sekarang ini, bangsa Indonesia
telah mengalami kesengsaraan dalam jangka waktu yang panjang. Penderitaan ini
disebabkan oleh penjajah yang berupaya memeras kekayaan Tanah Air dan memecah
belah bangsa. Namun, keadaan mulai berubah sejak berdirinya Boedi Oetomo pada
1908.
Organisasi tersebut berhasil membakar semangat rakyat
Nusantara untuk bangkit dari praktik penjajahan. Sebelum membahas lebih jauh
pergerakan yang membakar semangat rakyat Nusantara melawan penjajahan, alangkah
lebih baiknya meninjau historis penyebab dan peristiwa penjajahan yang dialami
bangsa Indonesia.
Rusaknya ekonomi Eropa akibat peperangan dan
berkembangnya teknologi pelayaran pada abad ke-15 menyebabkan negara-negara di
Eropa melakukan ekspedisi untuk mencari sumber-sumber ekonomi baru ke seluruh
dunia. Ekspedisi ini banyak menemukan sumber ekonomi dan lahan baru untuk
dilakukannya perdagangan. Ternyata kemudian, bangsa Eropa tidak hanya melakukan
perdagangan melainkan langsung menguasai dan menjajah negara-negara yang mereka
anggap baru diketemukan.
Awal dimulainya penjajahan Belanda di Indonesia dimulai
sejak didirikannya Vereenigde
Oost-Indische Compagnie (VOC) pada tanggal 20 Maret 1602. Sejak VOC
berdiri, dimulailah berbagai bentuk kekerasan yang menimpa rakyat Indonesia.
Penderitaan rakyat Indonesia terjadi dalam berbagai segi
kehidupan. Di berbagai daerah, VOC melakukan tindakan dengan melaksanakan
politik devide et impera (adu domba), yaitu saling mengadu domba antara kerajaan
yang satu dan kerajaan yang lain atau mengadu domba di dalam kerajaan itu
sendiri. Politik adu domba makin melemahkan kerajaan-kerajaan di Indonesia dan
merusak seluruh sendi kehidupan masyarakat.
Bangsa Indonesia makin menderita ketika Daendels
(1808–1811) berkuasa. Upaya kerja paksa (rodi) guna membangun jalan sepanjang
pulau Jawa (Anyer-Panarukan) untuk kepentingan militer, membuat rakyat makin
menderita. Penderitaan berlanjut karena Belanda kemudian menerapkan
Cultuur stelsel (tanam paksa). Peraturan Tanam Paksa diterapkan oleh Gubernur
Jenderal Hindia Belanda Van Den Bosch tahun 1828.
Sistem Tanam Paksa mewajibkan rakyat menanami sebagian
dari sawah dan atau ladangnya dengan tanaman yang ditentukan oleh pemerintah
dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah. Tanam Paksa menyebabkan rakyat
diperas bukan hanya tenaga melainkan juga kekayaannya sehingga mengakibatkan
banyak sekali rakyat yang jatuh miskin.
Di pihak lain, penjajah mendapatkan kekayaan bangsa
Indonesia yang berlimpah untuk membangun negara Belanda dan menjadi negara kaya
di Eropa.
Penderitaan bangsa Indonesia menumbuhkan benih perlawanan
di berbagai daerah. Perjuangan melawan penjajah dipimpin ulama atau kaum
bangsawan. Sultan Hasanuddin di Sulawesi Selatan, Sultan Ageng Tirtayasa di
Banten, Tuanku Imam Bonjol di Sumatera Barat, Pangeran Diponegoro di Jawa
Tengah, memimpin perjuangan rakyat melawan penjajah. Perjuangan rakyat untuk
mengusir penjajah belum berhasil. Hal ini disebabkan perjuangan masih bersifat
kedaerahan dan belum terorganisasi secara modern.
Penderitaan yang dialami bangsa Indonesia menyadarkan
beberapa orang Belanda yang tinggal atau pernah tinggal di Indonesia. Di
antaranya Baron Van Houvell, Edward Douwes Dekker, dan Mr. Van Deventer. Edward
Douwes Dekker, terkenal dengan nama samaran Multatuli, menulis buku Max Havelaar pada tahun 1860.
Buku ini menggambarkan bagaimana penderitaan rakyat
Lebak, Banten akibat penjajahan Belanda. Mr. Van Deventer mengusulkan agar
pemerintah Belanda menerapkan politik Balas Budi ”Etische Politic”. Politik
Balas Budi terdiri dari tiga program, yaitu ”edukasi, transmigrasi, dan
irigasi”.
Atas desakan berbagai pihak, akhirnya pemerintah Belanda
menerapkan Politik Balas Budi. Politik Balas Budi bukan untuk kepentingan
rakyat Indonesia melainkan untuk kepentingan pemerintah Belanda. Contoh:
irigasi dibangun untuk kepentingan pengairan perkebunan milik Belanda;
pembangunan sekolah (edukasi) bertujuan untuk menyediakan tenaga terampil dan
murah.
Di sisi lain, pembangunan sekolah melahirkan dampak
positif bagi bangsa Indonesia, yaitu munculnya masyarakat terdidik atau mulai
memiliki pemahaman dan kesadaran akan kondisi bangsa Indonesia yang sebenarnya.
Bangsa Indonesia saat itu kondisinya bodoh, terbelakang, dan kemiskinan
merajalela. Mereka yang mengenyam pendidikan dan sadar akan nasib bangsanya
selanjutnya menjadi tokoh-tokoh Kebangkitan Nasional.
Post a Comment