Hakikat Pendidikan Karakter; Pendidikan dan Karakter

Hakikat Pendidikan Karakter. pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh manusia dewasa untuk mendewasakan manusia muda, yang belum dewasa.


Pendidikan dan Karakter

Ada banyak batasan tentang pendidikan (Sudharto, dkk., 2009:3-5). Pada dasarnya Langeveld menyebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh manusia dewasa untuk mendewasakan manusia muda, yang belum dewasa. Tujuan pendidikan adalah manusia dewasa yang susila.

Drijarkara (1960:239-270) menjelaskan bahwa pendidikan adalah kegiatan atau proses memanusiakan manusia (humanist) yang terjadi dalam dan dengan pembudayaan (humanisasi). Tujuan pendidikan adalah manusia yang utuh yang manusiawi, yang berbudaya, yang bermoral; sebab, manusia yang tidak bermoral itu derajadnya lebih rendah dari kerbau.

Baca juga: Tujuan Mempelajari Psikologi Pendidikan dan Ruang Lingkup Kajiannya

Cermati dan camkan kutipan di bawah ini.

Nora gampang wong urip, yen tan weruh ing uripe, uripe padha lan kebo, angur kebo dagingira, kalal yen pinangana, pan manungsa dagingipun, yen pinangan pasti karam. (Pakubuwana IV, Wulang Reh, Pupuh XI, pada 5)

Terjemahan: Orang hidup itu tidak mudah, bila tidak menyadari tentang hidupnya, hidupnya sama dengan kerbau, lebih baik kerbau dagingnya, bila dimakan halal, sedangkan manusia dagingnya, bila dimakan tentu haram.

Dari dua pendapat dua tokoh filsafat dan pendidikan tersebut, menjadi jelas bahwa mendidik merupakan usaha, kegiatan, proses menumbuhkan karakter, yaitu manusia yang dewasa, berbudaya, bermoral, dan tidak sama dengan binatang, apalagi lebih rendah.

Hassan (2004:52-54) mengemukakan, bahwa pendidikan terjadi melalui tiga upaya utama, yaitu pembiasaan, peneladanan, dan pembelajaran. Di samping tiga upaya tersebut perlu ditambahkan, bahwa secara negatif, pendidikan juga terjadi melalui pencegahan (perlindungan).

Baca juga: Sejarah Perkembangan dan Pendekatan Teori Manajemen dalam Dunia Pendidikan

Tanpa adanya pencegahan atau antisipasi, upaya-upaya, pembiasaan, peneladanan, dan pembelajaran dapat direduksi dengan adanya pengaruh-pengaruh negatif dalam kehidupan masyarakat. Oleh karenanya, pendidikan harus mengantisipasi atau mencegah terjadinya pengaruh-pengaruh negatif tersebut.

Dengan demikian, pendidikan karakter juga dapat dilaksanakan melalui empat upaya tersebut, yaitu pembiasaan, peneladanan, pembelajaran, dan pencegahan.

Tampaknya, kita cenderung ingin mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran lain; kurang tertarik untuk menjadikan pendidikan karakter sebagai mata pelajaran tersendiri (misalnya, Pendidikan Budi Pekerti). Hal ini disebabkan karena terlalu banyaknya beban belajar dalam kurikulum pendidikan, Bagaimanapun perlu diajukan rasionalisasinya secara kritis dan mendasar.

Pendidikan karakter memang tidak identik dengan pembelajaran karakter, Bagaimanapun, perlu pembedaan antara pendidikan karakter dengan pembelajaran karakter. Sistem pendidikan nasional kurang membedakan pendidikan dengan pengajaran. Kita baru memiliki kurikulum pengajaran karakter, belum atau tidak akan memiliki kurikulum pendidikan karakter. 

Baca juga: Mengenal Konstruktivisme dalam Pendidikan

Yang disebut pendidikan itu selalu terjadi secara informal tidak formal (Drost, 2006:32), maka tidak ada kurikulum. Yang ada kurikulumnya itu pembelajaran karakter. Pendidikan karakter ialah proses transfer nilai-nilai. 

Transfer itu dapat berupa transformasi, yaitu pemindahan nilai-nilai dengan pembentukan baru atau perubahan demi penyesuaian dengan perkembangan zaman; dapat pula berupa transaksi, yaitu pengalihan (pewarisan) nilai-nilai dari generasi tua ke generasi muda tanpa suatu perubahan (untuk nilai0nilai luhur yang telah final, seperti nilai Pancasila bagi bangsa Indonesia).

Transfer nilai-nilai dalam "pembentukan karakter" merupakan proses informal atau interaksi informal antara manusia dengan lingkungannya. Yang dimaksud dengan lingkungan dalam hal ini mencakup lingkungan fisik dan mental. Maka menjadi pilihan yang rasional atau dapat dipertanggungjawabkan bahwa pendidikan karakter tidak merupakan mata pelajaran/kuliah tersendiri. 

Dengan demikian, pendidikan karakter dapat diupayakan dengan memfasilitasi lingkungan fisik dan mental yang kondusif (yang mendukung).

Yang ada kurikulumnya (yang formal) itu pembelajaran karakter. Inilah yang dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran/kuliah lain. Dalam hal ini perlu diingatkan bahwa kira semua (guru atau pengajar) mampu mengintegrasikan nilai-nilai (pendidikan karakter) ke dalam pelaksanaan pembelajarannya. 

Baca juga: Implementasi Kurikulum Merdeka dan 5 Hal Penting yang Harus Diperhatikan

Lagi pula, tidak semua mata pelajaran mudah untuk diintegrasikan dengan pendidikan karakter. Kalau terjadi integrasi, biasanya hanya terbatas pada pengetahuan karakter. Dalam hal ini diperlukan pengajaran (guru, dosen) yang "berkarakter" atau guru/dosen sebagai agen moral; dan perlu disepakati karakter seperti apa yang diinginkan bersama.

Pendidikan karakter lebih terkait dengan penanaman nilai-nilai atau internalisasi (pembatinan) nilai-nilai, sedang pembelajaran karakter lebih terkaut dengan pengetahuan karakter. Pengajaran karakter dapat terlaksana secara lebih mudah antara lain dalam mata pelajaran atau mata kuliah agama, kewarganegaraan, dan Pancasila, seni, olahraga, dan kepramukaan.

Doni Koesoemo (Kompas, Senin, 19 Juli 2010, hlm.7, kolom 4-7) menyebut tiga fokus pendidikan karakter, yaitu.

  1. Pengajaran (teaching values) yang bersifat intelektual. Hal ini terjadi dalam pembelajaran.
  2. Klarifikasi nilai (values clarification) yang terkait dengan perilaku. Hal ini terjadi dalam pembiasaan.
  3. Penumbuhan moral (character development, moral development) yang memotivasi dari dalam. Hal ini terjadi lewat peneladanan.

Agar upaya-upaya pembiasaan, peneladanan, dan pembelajaran itu menjadi efektif dan efisien, maka perlu dilengkapi dan dibentengi dengan upaya pencegahan (antisipasi) pengaruh-pengaruh yang negatif dan kerja sama antar lembaga pendidikan, yaitu keluarga (informal), masyarakat (nonformal), dan sekolah (formal).

Referensi:
Soegeng. 2016. Nilai-Nilai Pembentukan Karater dalam Cerita atau Pertunjukan Wayang Purwa. Yogyakarta. Magnum Pustaka Utama.
Drijarkara. 1960.Mencari Kepribadian Nasional. Yogyakarta: Kanisius.
Drost, SJ. 2006. Dari KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) sampai (MBS) Manajemen Bebasis Sekolah. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Hassan, Fuad. 2004. Pendidikan adalah Pembudayaan. Dalam Widiastono. Pendidikan Manusia di Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Pakubuwana IV. 1977. Serat Wulang Reh. Solo: Toko Buku Indah Jaya.
Sudharto, dkk. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: IKIP PGRI Press.
Koesoemo. 2010. Kompas.
Ruang Literasi dan Edukasi

Post a Comment

© Untaian Abjad. All rights reserved. Developed by Jago Desain