Materi Teks Cerita Rakyat sebagai Potensi Budaya Lokal

Cerita Rakyat Sebagai Potensi Budaya Lokal

Hikayat merupakan salah satu cerita rakyat. Hikayat tumbuh dari generasi ke generasi melalui pembaca, pencerita, hingga ditulis menjadi sebuah buku. Hikayat tentu saja berbeda dengan cerita saat ini. Kalimat yang digunakan berbeda dengan hikmat-hikmat saat ini meski berbeda, hikayat mengandung nilai yang dapat diambil dalam ceritanya. Nilai yang terkandung dalam hikayat terkadang nasih dapat digunakan menjadi panutan dalam kehidupan sehari-hari.

Mengidentifikasi Nilai-Nilai dan Isi Hikayat

Cerita rakyat memiliki banyak ragam, salah satunya adalah hikayat. Hikayat merupakan cerita Melayu Klasik yang menonjolkan unsur-unsur penceritaan berciri kemustahilan dan kesaktian tokoh-tokohnya. Hikayat kaya akan nilai-nilai luhur atau ajaran moral yang terkandung dalam hikayat antara lain sebagai berikut.

  1. Nilai Moral adalah nilai yang berkaitan dengan sikap baik dan buruk.
  2. Nilai sosial adalah nilai yang berkaitan dengan sikap seseorang kepada orang lain.
  3. Nilai agama/religi adalah nilai yang berkaitan dengan keyakinan seseorang.
  4. Nilai budaya adalah nilai yang berkaitan dengan kebiasaan masyarakat.

Sebuah hikayat memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang membedakannya dengan jenis cerita rakyat yang lain. Karakteristik tersebut antara lain sebagai berikut.

Bersifat anonim, yaitu tidak diketahui secara jelas nama penceritanya atau pengarangnya. Hal tersebut disebabkan cerita disampaikan secara lisan.

Mengandung hal-hal yang bersifat mustahil, yaitu hal yang tidak logis atau tidak bisa dinalar. Berikut ini contohnya.

Syahdan setelah Batara Krisna mendengar kata Begawan Batara Narada dan Batara Indera itu, maka ia pun terlalu suka cita hatinya, lalu dibawanya hampir kepada mayat Raden Samba Prawira itu. Maka Batara Indera pun mengeluarkan air utama jiwa, lalu disiramkannya kepada bayu Raden Sumba Prawira. Maka Raden Sumba Prawira pun bersin-bersin lalu bangun serta duduk seperti dahulu. Maka ia pun menyembah pada kaki Begawan Batara Narada, pada kaki Batara Indera, dan pada kaki ayahanda Batara Krisna.

Kutipan teks di atas mengandung kemustahilan, yaitu menghidupkan kembali orang yang sudah meninggal

Menceritakan kesaktian tokoh-tokohnya. Selain kemustahilan, sering kita temukan kesaktian para tokoh dalam hikayat. Contoh kesaktian tokoh dalam Hikayat Sang Boma adalah Begawan Batara Narada dan Batara Ubdera berhasil menghidupkan kembali Raden Sumba Prawira.

Bersifat Istanasentris, yaitu bertema dan berlatar kerajaan-kerajaan. Perhatikan kutipan teks berikut.

Adapun pada tatkala itu mayat Raden Samba Prawira pun hendak dibakar, karena api pembakar itu pun sudah bernyala-nyala besar. Maka Begawan Batara Narada dan Batara Indera datang di hadapan segala raja-raja.

Kutipan teks tersebut membuktikan bahwa Hikayat Sang Boma merupakan cerita yang bertema kerajaan.

Menggunakan banyak kata arkais/klise, seperti penggunaan kata syahdan, hatta, maka, alkisah, dan sebagainya. Berikut contoh kata arkais dalam teks cerita rakyat

Alkisah maka tesebutlah perkataan Batara Guru menitahkan Begawan Batara Narada dan Batara Indera.

Syahdan maka Maharaja Dewa Wangsa dan Arjuna membawa Begawan Batara Narada dan Batara Indera itu mendapatkan mayat Raden Samba Prawira diiringkan oleh segala raja-raja sekalian.

 

Membandingkan Hikayat dan Cerpen

Salah satu karakteristik hikayat dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa adalah terdapat banyak kata arkais/klise. Adapun kaidah bahasa yang dominan dalam cerpen adalah penggunaan gaya bahasa (majas) dan penggunaan konjungsi temporal, yaitu konjungsi yang menyatakan urutan waktu dan kejadian. Penggunaan majas dan konjungsi temporal juga banyak ditemukan dalam hikayat. Namun, gaya bahasa yang digunakan dalam hikayat berbeda penyajiannya dengan gaya bahasa dalam cerpen.

Cerpen merupakan prosa naratif yang menggambarkan kehidupan. Tema yang diangkat dalam sebuah cerpen merupakan cerminan dari kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, cerpen mengandung nilai-nilai kehidupan. Sama halnya dengan hikayat, nilai-nilai yang ada dalam sebuah cerpen menggambarkan kehidupan penulis.

Nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah hikayat masih banyak yang relevan atau pedoman dalam kehidupan saat ini. Berikut contohnya,

Kutipan Hikayat : Adapun pada tatkala itu mayat Raden Samba Prawira pun hendak dibakar   karena api pembakar itu pun sudah bernyala-nyala besar.

Analisis : Terdapat nilai budaya, yaitu membakar mayat orang yang telah   meninggal. Nilai budaya ini masih sesuai dengan kehidupan saat ini,  khususnya di daerah-daerah tertentu yang masih menerapkan budaya tersebut.

Pengembangan gagasan: Hingga saat ini, budaya membakar mayat orang yang  telah meninggal  masih relevan di beberapa daerah di Indonesia. Salah satu daerah yang  masih menerapkan budaya tersebut adalah Bali. Upacara pembakaran mayat di Bali dikenal dengan istilah Ngaben. Ritual ini dilakukan oleh umat Hindu di Bali untuk menyucikan roh orang yang  tekah meninggal.

Menceritakan Kembali Isi Hikayat

Anda dapat menceritakan kembali hikayat dengan cara mengikuti langkah-langkah berikut.

  1. Membaca hikayat dengan seksama.
  2. Mencatat setiap peristiwa dalam hikayat sesuai urutan waktu terjadinya peristiwa. Catatlah sesuai dengan alur yang ada.
  3. Menceritakan kembali hikayat yang telah dibaca berdasarkan peristiwa-peristiwa yang telah dicatat. Ceritakan secara urut sesuai dengan urutan alur yang ada. Gunakan kalimat Anda sendiri dan bahasa yang mudah dimengerti.

Menyusun Ikhtisar Buku Nonfiksi dan Ringkasan Novel

Pada kegiatan sebelumnya, Anda telah menganalisis isi kutipan buku fiksi dan nonfiksi. Pada kegiatan ini, Anda diajak untuk membaca buku fiksi dan nonfiksi kemudian menganalisis isinya serta menyusun ringkasan/ikhtisar dari buku tersebut. Baik ringkasan atau iktisar, sama-sama merupakan bentuk pendek dari suatu karangan. Perbedaannya, ringkasan tetap mempertahankan urutan isi dan gagasan pengarangnya, sedangkan iktisar tidak mempertahankan isi serta gagasan yang membangun karangan tersebut.