Kesadaran dan Ketaksadaran (Freud sampai Calvin S. Hall)
![]() |
Sumber Gambar : slideshare |
Dalam ulasan kali ini untianabjad akan membahas tentang kesadaran dan ketaksadaran dari buah pikir Freud. Kesadaran dan Ketakasadaran terutama dalam diri merupakan sebuah ambiguitas, atau sebuah pertanyaan-pertanyaan yang cukup penting untuk direnungkan.
Sederhana saja, mari diri merasuk ke dalam diri kita sendiri
mengarungi samudera pertanyaan. Apakah; diri sadar kalau diri sadar, diri sadar
kalau diri tidak sadar, diri tidak sadar kalau diri sadar, diri tidak sadara
kalau diri tidak sadar.
Perenungan
semacam ini sangat penting untuk direnungkan dalam melatih kebijaksanaan pikir
dan hidup. Cukup sekilas saja ya dari untaianabjad, langsung saja kita
berselancar ke dalam topik pembahasan buah pikir Freud tentang Kesadaran dan
Ketaksanadaran yang dikupas oleh Calvin S. Hall. Namun sebelum membaca
untainabjad sekadar mengingatkan, jangan lupa siapkan dulu secangkir kopinya
agar pikiran makin menggila.
Pada
tahun-tahun awal psikoanalisis, konsep sentral dari teori Freud adalah ketaksadaran.
Dalam rumusan-rumusan Freud belakangan, dimulai dari sekitar tahun 1920,
ketaksadaran dilengserkan dari statusnya sebagai wilayah pikiran yang paling
besar dan paling penting menjadi semacam kualitas dari fenomena mental. Banyak
dari apa yang sebelumnya diacukan pada ketaksadaran menjadi diacukan pada id,
dan distingsi struktural antara kesadaran dan ketaksadaran diganti dengan
organisasi tiga bagian, yakni id, ego dan superego.
Meski bukan tujuan kami di sini menuliskan sejarah perkembangan gagasan-gasan Freud dalam hubungannya dengan sejarah psikologi, bisalah ditunjukkan bahwa arti penting ketaksadaran yang menyusut itu dalam psikoanalisis pararel dengan menurunnya signifikansi pikiran sadar dalam psikologi.
Sementara psikologi abad
ke 19 sibuk menganalisis pikiran sadar, psikoanalisis terlibat dalam
eksplorasi-eksplorasi pikiran tak sadar. Freud merasa kesadaran adalah serpihan
tipis dari keseluruhan pemikiran, seperti puncak gunung es, bagian terbesar
darinya mengada di bawah permukaan air kesadaran.
Para psikolog menjawab Freud dengan mengatakan bahwa pandangan akan suatu pikiran tak sadar merupakan istilah kontradiktif; pikiran, berdasarkan definisinya, adalah sadar. Kontroversi tersebut tidak pernah mencapai kesimpulan akhir karena psikolog maupun psikoanalisis mengubah tujuan-tujuannya sepanjang abad kedua puluh.
Psikologi menjadi ilmu tentang perilaku, dan psikoanalisis menjadi
ilmu tentang kepribadian. Pada saat ini terdapat banyak indikasi bahwa dua ilmu
itu sedang menuju pada titik yang sama untuk bergabung menjadi ilmu yang
tunggal.
Dari sudut pandang kita sekarang ini, tampak bahwa apa yang telah Freud upayakan selama tiga puluh tahun antara 1890 sampai 1920, ketika pikiran bawah sadar ditinggakan sebagai konsep yang berdaulat dalam sistem psikologisnya, adalah untuk menemukan kekuatan-kekuatan penentu dalam kepribadian yang tidak secara langsung diketahui para peneliti.
Sama halnya dengan fisika dan kimia memperkenalkan apa yang sebelumnya tak dikenal tentang kodrat benda-benda melalui eksperimen dan demonstrasi, begitu pula tugas psikologi bagi Freud adalah untuk mengungkapkan faktor-faktor dalam kepribadian yang sebelumnya tak diketahui ke permukaan.
Ini tampaknya
menjadi makna pernyataan Freud ketika mengatakan bahwa “kerja ilmiah kami dalam
psikolohi akan terdiri dari penerjemahan proses-proses tak sadar menjadi proses
sadar, dan dengan demikian menjembatani celah-celah dalam persepsi-persepsi
sadar.
Freud semata-mata mengakui fakta yang dikenal luas bahwa tujuan dari segenap ilmu pengetahuan adalah mengganti ketidaktahuan dengan pengetahuan. Sebagai contoh, manusia tidak secara langsung sadar akan proses pencernaan yang berlangsung, tapi fisiologi bisa memberitahukan apa yang terjadi ketika proses pencernaan berlangsung.
Pengetahuan ini tidaklah membuat dia bisa memperseosu (secara
langsung sadar akan) proses-proses pencernaannya sendiri sewaktu semua itu
berlangsung; meski demikian dia mengetahui (memahami) apa yang terjadi. Dengan
cara serupa pula, orang tidak sadara akan proses-proses mental tak sadar,
tetapi psikologi bisa mengajarinya tentang apa yang sedang berlangsung di bawah
tataran kesadaran.
![]() |
Sumber Gambar : Wikipedia |
Sebagai contoh, orang yang mengalami kecelakaan biasanya tidak sadar bahwa kecelakaan itu merepresentasikan keinginan untuk melukai diri. Akan tetapi inilah tepatnya apa yang ditunjukkan sejumlah studi yang telah dilakukan. Atau orang yang memilki kegandrungan abnormal pada makanan atau minuman biasanya tidak sadar bahawa kegandrungannya itu mungkin tumbuh dari hasrat tertentu akan cinta.
Tetapi inilah seringnya yang terjadi. Bahkan ketika orang menjadi tahu bahwa
terdapat hubungan antara kecenderungan-untuk-mengalami-kecelakaan dan rasa
perasaan bersalah atau antara alkoholisme dengan cinta yang terhambat, dia
barangkali belum tentu menjadi sadar secara langsung bahwa hubungan ini ada
dalam dirinya.
Freud
meyakini bahwa bila psikologi hendak menjustifikasi diri sebagai sebuah ilmu
maka ia harus menyingkapkan sebab-sebab perilaku yang masih belum diketahui.
Itulah kenapa dia banyak membuat penyebab atau motivasi tak sadar dalam
tahun-tahun awal psikoanalisisnya. Bagi Freud, apa yang tak sadar adalah apa
yang tak diketahui. Kesadaran dan ketaksadaran dimasukkan ke dalam teori
psikoanalisis setelah tahun 1920 sebagai kualitas-kualitas dari fenomena
mental.
Apakah
isi dari pikiran itu sadara atau tak sadar tergantung pada besarnya energi yang
ditanamkan di dalamnya dan intensitas dari kekuatan pembendungnya. Orang merasa
sakit atau dia merasa nikmat ketika besarnya rasa sakit atau rasa nikmat itu
melampaui nilai kateksis tertentu yang disebut dengan ambang (threshold value).
Seperti itu pula, dia mempersepsi sebuah objek di dunia ketika proses-proses perseptual
diberi energi yang melampaui nilai ambang tersebut. Bahkan ketika kateksis
melebihi ambang itu, perasaan itu atau persepsi itu bisa tidak memiliki
kualitas kesadaran karena efek-efek penghambat dari antikateksis yang
menjauhkannya untuk menjadi sadar.
Sebagai contoh, ada dikenal kasus-kasus orang yang bisa melihat padahal pada kenyataannya tak ada yang salah dengan mekanisme visualnya. Mereka buta karena mereka tidak ingin melihat. Ini berarti bahwa suatu kekuatan pembendung (antiteksis) secara efektif memblokir kateksis-kateksis visual.
Alasan kenapa
mereka tak ingin melihat adalah karena melihat terlalu menyakitkan bagi mereka.
Mereka secara harafiah takut untuk melihat, seperti orang yang menutupi mata
ketika menonton film agar tidak menyaksikan suatu adegan yang mengerikan.
Persepsi
dan perasaan merupakan pengalaman-pengalaman langsung atas usatu yang terjadi
pada orang di saat kiwari. Di lain
pihak, ingatan dan gagasan merupakan representasi mental dari
pengalaman-pengalaman masa silam. Agar gagasan dan ingatan menjadi sadar, perlu
bagi mereka untuk diasosiasikan dengan bahasa. Orang tidak bisa berpikir atau
mengingat kecuali jika apa yang dia pikirkan dan dia ingat telah dikaitkan
dengan kata-kata yang pernah dia lihat atau dengar.
Sebagai
konsekuensinya, orang tidak dapat dengans sadar mengingat pengalaman-pengalaman
masa kanak yang berlangsung sebelum perkembangan bahasa dimulai. Akan tetapi,
terlepas dari fakta bahwa orang tidak dapat mengingat pengalaman-pengalaman
awal tersebut, semua itu bisa memiliki arti penting yang menentukan dalam
perkembangan kepribadiannya.
Freud
membedakan antara dua kualitas ketaksadaran, yakni prakesadaran dan
ketaksadaran yang sesungguhnya. Suatu gagasan atau memori prasadar adalah yang
bisa menjadi sadar dengan lumayan mudah karena resistensi terhadap mereka
lemah. Suatu pikiran atau memori tak sadar membutuhkan upaya keras untuk
menjadi sadar karena besarnya kekuatan yang membendungnya. Di satu ujung skala
tersebut adalah ingatan yang tidak akan pernah menjadi sadar karena ia tidak
memiliki asosiasi dengan bahasa; di ujung yang lain adalah ingatan yang ada di
ujung lidah.
Berhubung
konsentrasi energi yang relatif besar dalam suatu proses mental dibutuhkan agar
ia memiliki kualitas untuk menjadi sadar, energi untuk tujuan ini harus
diperoleh dengan cara membelokkan pasokan energi dari proses-proses mental
lain. Ini berarti bahwa kita hanya bisa menjadi sadar atau satu hal pada suatu
saat. Akan tetapi, pergeseran energi yang cepat dari satu gagasan, ingatan,
persepsi, atau perasaan pada yang lainnya menyedeiakan cakupan yang luas akan
kesadaran tentang sadar dalam waktu yang singkat.
Orang bisa memikirkan atau berloncatan dalam mengingat begitu banyak hal dengan cepat dikarenakan mobilitas yang dimiliki energi psikis ketika semua itu diredistribusikan. Sistem perseptual seperti mekanisme sebuah radar yang memindai dengan cepat dan memotret banyak gambar dari dunia.
Ketika sistem
perseptual memperliharkan suatu objek yang dibutuhkan atau menangkap keberadaan
suatu ancaman potensial dalam dunia eksternal, ia beristirahat dan memfokuskan
perhatiannya pada objek atau ancaman tersebut. gagasan dan memori dipanggil
dari prakesadaran untuk membantu orang mengurus situasi yang dihadapinya.
Ketika ancamann itu berlalu atau kebutuhan sudah dipuaskan, pikiran pun
mengalihkan perhatian pada hal-hal yang lain.
Post a Comment