Mendefinisikan FIlsafat

Mendefinisikan FIlsafat
Hasil gambar untuk socrates plato dan aristoteles
Sumber gambar: generasipikir

“Dan rasa ingin tahu inilah manusia selalu memepertanyakan segalah hal yang dipikirkannya, menyangsikan segala sesuatu yang dilihat dan mencari segala bentuk jawaban dari permasalahan yang serinng di hadapi”. (Maksum 2016)

Ada saatnya saat kita pertama kali bangun pagi, kita berhadapan dengan pilihan yang sederhana antara memilih melanjutkan tidur atau berolahraga, maupun antara berdoa atau mengecek gawai. Di  lain hari kita berhadapan dengan pilihan yang menentukan masa depan, mulai dari pekerjaan sampai pernikahan. 

Kita tidak pernah lepas  dari pilihan, apalagi tanggung jawab yang menyertai pilihan tersebut. Sesaat setelah kita memilih sebuah pilihan, mulai dari situlah kita terikat, dan pilihan tersebut mengendalikan kita. Maka rasa-rasanya penyesalan atau rasa syukur selalu bergantian mengiringi setiap pilihan yang kita hidupi.

Terdapat suatu keinginan untuk selalu memilih suatu hal tanpa mengambil konsekuensinya. Pernahkah mendengar seorang mahasiswa mengeluh karena banyaknya tugas? Padahal kehidupan seorang mahasiswa pasti terkait tugas dan penelitian; atau pernikahan yang tentu akan memiliki tanggung jawab yang besar. 

Terkadang kita begitu egois dan hanya ingin mengambil hal yang menyenangkan saja, kita hanya ingin gelar dan pekerjaan yang tinggi tanpa melewati proses perkuliahan yang melelahkan.

Maka tidak berlebihan jika nasihat bijak sejak dulu adalah mematangkan segala konsekuensi dari sebuah pilihan Disinilah filsafat sebagai sebuah ilmu kebijaksanaan berperan besar dalam kehidupan manusia dan berperan dalam membangun peradaban manusia. Filsafat menjadi arsip kebijaksanaan untuk mengurangi kecenderungan manusia melakukan kesalahan yang sama, karena filsafat berkontribusi terhadap perkembangan budaya, politik, sosial, sampai ekonomi. 

Hal praktis yang kita dapatkan saat belajar filsafat  adalah meningkatkan kemampuan kita untuk reflektif, semakin terasah, dan semakin peka. Segala hal akan digugat dan digugat ulang oleh refleksi kita sendiri (Sugiarto dikutip dari Gaarder, 1991: 17).

Keputusan-keputusan besar dapat lebih berdasar pada pemikiran jernih jika filsafat dapat mengakar dalam olah rasa dan olah pikir kita. Filsafat seperti menjadi warisan kebijaksanaan dari pendahulu. Bayangkan saja Socrates, Plato, dan Aristoteles yang lahirnya ribuan tahun sebelum sekarang, ajarannya tetap kondang menjadi dasar bagi siapa saja yang ingin belajar filsafat dan tetap kontekstual di banyak bidang. 

Kemampuan manusia berpikir reflektif dan rasional menjadikan sejatinya setiap manusia memiliki bakat menjadi filsuf dan memiliki hak untuk mendefinisikan apa itu filsafat tanpa harus takut salah atau dicap sebagai orang yang sok tahu. Sebelumnya beberapa definisi filsafat memancing intuisi kita untuk bisa mendefinisikan filsafat secara personal.

Filsafat sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu Philolsophia, terdiri dari kata Philo yang berarti cinta dalam arti yang luas yaitu ingin dan karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkan itu, sedangkan sophia artinya kebijaksanaan yang artinya pandai, pengertian yang mendalam (Tafsir, 2005: 9). 

Poedjawijatna (dikutip dari Tafsir, 2005:10) mendefinisikan filsafat sebagai jenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya dari segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka. Definisi filsafat yang dirumuskan oleh para ahli berkembang menyesuaikan zamannya.

Lalu bagaimana orang-orang awam yang tidak secara formal mempelajari filsafat? Bolehkah mereka berfilsafat dan memberi arti pada sebuah kata filsafat? Gramsci mengatakan bahawa setiap orang dalam arti tertentu adalah seorang filsuf (dikutip dari Osborne, 2001: 2). 

Secara alami setiap manusia memiliki intuisi yang menggiring mereka untuk melakukan proses berpikir mendalam, mengolah rasio dan rasa, sebuah proses yang dipercaya sebagai cara menemukan kebenaran dalam filsafat. Manusia yang dilanda perasaan khawatir, ragu, dan takut biasanya berada dalam titik persimpangan yang mengantarkan pada kemampuan berfilsafat.

Sumber utama : Aristoteles, Socrates, dan Plato : Sebuah Biografi (2019) penerbit Sociality Yogyakarta
Daftar Pustaka
Gaarder, J. 2013. Dunia sophie; Sebuah Novel Filsafat. Bandung: Mizan Media Utama
Osborne, R. 2001. Filsafat untuk Pemula. Yogyakarta: Kanisius.
Tafsir, A. 2005. Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra. Bandung: Remaja Rosdakarya
Maksum, A. 2016. Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik sampai Postmodernisme di Indonesia. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Ruang Literasi dan Edukasi

Post a Comment

© Untaian Abjad. All rights reserved. Developed by Jago Desain